Keadaan Pulau Sumatra menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum Tektonik Sumatra menjadikan tatanan Tektonik Sumatra menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatra, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.
Sesar Sumatra sangat tersegmentasi. Segmen-segmen sesar sepanjang 1900 kilometer tersebut merupakan upaya mengadopsi tekanan miring antara lempeng Eurasia dan India-Australia dengan arah tumbukan 10°N-7°S. Sedikitnya terdapat 19 bagian dengan panjang masing-masing segmen 60-200 kilometer, yaitu :
- segmen Sunda (6.75°S-5.9°S),
- segmen Semangko (5.9°S-5.25°S),
- segmen Kumering (5.3°S-4.35°S),
- Manna (4.35°S-3.8°S),
- segmen Musi (3.65°S-3.25°S),
- segmen Ketaun (3.35°S-2.75°S),
- segmen Dikit (2.75°S-2.3°S),
- segmen Siulak (2.25°S-1.7°S),
- segmen Suliki (1.75°S-1.0°S),
- segmen Sumani (1.0°S-0.5°S),
- segmen Sianok (0.7°S-0.1°N),
- segmen Sumpur ( 0.3°N-0.0°N),
- segmen Barumun (0.3°N-1.2°N),
- segmen Angkola (0.3°N-1.8°N),
- segmen Toru (1.2°N-2.0°N),
- segmen Renun (2.0°N-3.55°N),
- segmen Tnpz (3.2°N-4.4°N),
- segmen Aceh (4.4°N-5.4°N),
- segmen Seulimeum (5.0°N-5.9°N).
Berdasarkan catatan data sejarah kegempaan yang berpusat di sesar Sumatra di Sumatera Barat, memang sudah berapa kali mengalami gempa merusak diantaranya adalah Gempa Padang (1822, 1835, 1981, 1991, 2005), Gempa Singkarak (1943), Gempa Pasaman (1977) dan Gempa Agam (2003). Catatan paling tua menunjukkan bahwa di Padang pada tahun 1822 telah terjadi gempa kuat yang diikuti suara gemuruh yang berpusat di antara Gunung Talang dan Gunung Merapi. Meski tidak ada laporan secara rinci menyebutkan, namun gempa ini dilaporkan menimbulkan kerusakan parah dan korban jiwa cukup banyak.
Pada tanggal 28 Juni 1926, gempa dahsyat 7.8 Skala Richter mengguncang Padang Panjang. Akibat gempa ini tercatat korban tewas lebih dari 354 orang. Kerusakan parah terjadi di sekitar Danau Singkarak Bukit Tinggi, Danau Maninjau, Padang Panjang, Kabupaten Solok, Sawah Lunto dan Alahan Panjang. Gempa susulan mengakibatkan kerusakan pada sebagian wilayah Danau Singkarak. Tercatat di Kabupaten Agam sebanyak 472 rumah roboh, 57 orang tewas dan 16 orang luka berat. Di Padang Panjang sebanyak 2.383 rumah roboh, 247 orang tewas. Dampak gempa juga menimbulkan banyak tanah terbelah, longsoran di Padang Panjang, Kubu Krambil dan Simabur. Gempa kuat dengan magnitudo 5.6 Skala Richter juga pernah terjadi pada 16 Pebruari 2004. Getaran gempa ini dirasakan di sebagian besar daerah Sumatera Barat hingga pada VI MMI (Modified Mercalli Intensity) yang menimbulkan korban tewas sebanyak 6 orang dan meluluhlantakkan ratusan bangunan rumah di Kabupaten Tanah Datar. Selang beberapa hari kemudian, tepatnya pada 22 Pebruari 2004, gempa yang lebih besar kembali mengguncang Sumatera Barat dengan magnitudo 6 Skala Richter. Yang mengakibatkan satu orang korban tewas dan beberapa orang luka parah serta ratusan rumah rusak berat di Kabupaten Pesisir Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar