Metode Eksplorasi Langsung

Diposting oleh Selamat datang di blog on Sabtu, 12 Juli 2014

Metode eksplorasi langsung mempunyai pengertian bahwa pengamatan dapat dilakukan dengan kontak visual dan fisik dengan kondisi permukaan/bawah permukaan, terhadap endapan yang dicari, serta dapat dilakukan deskripsi megaskopis/mikroskopis, pengukuran, dan sampling terhadap objek yang dianalisis. Begitu juga dengan interpretasi yang dilakukan, dapat berhubungan langsung dengan fakta-fakta dari hasil pengamatan lapangan. Metode eksplorasi langsung ini dapat dilakukan (diterapkan) pada sepanjang kegiatan eksplorasi (tahap awal s/d detail).

Beberapa metode (aspek) yang akan dibahas sehubungan dengan Metode Eksplorasi Langsung ini adalah :

A. Pemetaan Geologi
Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-informasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah tersebut. Selain pemetaan informasi geologi, pada kegiatan ini juga sekaligus memetakan tanda-tanda mineralisasi yang berupa alterasi mineral.

Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan) dapat dilakukan dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi melalui orientasi lapangan. Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut s/d detail, pengamatan singkapan dapat diperluas dengan menggunakan metode-metode lain seperti uji sumur, uji parit, maupun bor tangan atau auger, sedangkan penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur permukaan seperti pemetaan dengan plane table atau dengan teodolit.

Pada saat pemetaan dapat dijumpai singkapan, singkapan dapat didefinisikan sebagai bagian dari tubuh batuan/urat/badan bijih yang tersingkap (muncul) di permukaan . Singkapan biasanya dapat dijumpai pada lembah-lembah sungai, dikarenakan terjadi erosi akibat dari aliran air sungai sehingga menyebabkan batuan tersingkap. Namun ada juga pada kondisi dimana batuan menonjol secara alami akibat gaya gaya endogen yang bersala dari dalam bumi atau karena gerakan atau gesekan kerak bumi. Informasi-informasi yang dapat dipelajari atau dihasilkan dari kegiatan pemetaan geologi/alterasi antara lain adalah posisi atau letak singkapan (batuan, urat, atau batubara). Penyebaran, arah, dan bentuk permukaan dari endapan, bijih, atau batubara. Penyebaran dan pola alterasi yang ada.


B. Parit Uji 
Paritan uji dibangun dengan tujuan untuk mengetahui tebal lapisan permukaan, kemiringan perlapisan, struktur tanah dan lain-lain. Pada Pembuatan parit memiliki keterbatasan yaitu hanya bisa dilakukan pada overburden yang tipis, karena pada pembuatan parit kedalaman yang efektif dan ekonomis yang dapat dibuat hanya sedalam 2 - 2,5 meter, selebih dari itu pembuatan parit dinilai tidak efektif dan ekonomis. Pembuatan parit ini dilakukan dengan arah tegak lurus ore body dan jika pembuatan parit ini dilakukan di tepi sungai maka pembuatan parit harus tegak lurus dengan arah arus sungai.

Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara dalam observasi singkapan atau dalam pencarian sumber (badan) bijih/endapan. Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan dengan cara menggali tanah penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang perlapisan (terutama pada endapan berlapis). Informasi yang diperoleh antara lain ; jurus bidang perlapisan, kemiringan lapisan, ketebalan lapisan, karakteristik perlapisan (ada split atau sisipan), serta dapat sebagai lokasi sampling.


C. Sumur Uji
Pembuatan sumur uji atau test pit dimaksudkan untuk mendapatkan hasil lebih akurat dari pembuatan parit uji, sumur uji dibuat dengan menggali lubang sedalam 10 sampai 20 meter. Pada pembuatan sumur uji harus diperhatikan beberapa faktor, seperti adanya bongkahan bongkahan yang akan mempersulit dalam proses penggalian. Faktor lain yang juga harus diperhatikan adalah adanya air yang akan menyulitkan dalam proses penggalian dan pada proses pengamatan struktur batuan yang ada pada sumur uji yang telah dibuat. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dari penggalian sumur adalah gejala longsoran, keluarnya gas beracun, dan lain-lain.

Pembuatan sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan dengan pelapukan dan endapan-endapan berlapis. Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan kemenerusan lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai, ketebalan lapisan, dan karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat digunakan sebagai lokasi sampling. Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual), pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona tanah, zona residual, zona lateritik), ketebalan masing-masing zona, variasi vertikal masing-masing zona, serta pada deretan sumur uji dapat dilakukan pemodelan bentuk endapan.


D. Pemboran Eksplorasi 
Pada prinsipnya pemboran adalah suatu kegiatan pembuatan lubang berdiameter kecil pada suatu target eksplorasi dengan kedalaman mencakup ratusan meter untuk memperoleh data yang representatif.

Dalam melakukan perencanaan pemboran, hal-hal yang perlu diperhatikan dan direncanakan dengan baik adalah kondisi geologi dan topografi, tipe pemboran yang akan digunakan, spasi pemboran, waktu pemboran, dan pelaksana (kontraktor) pemboran.

Informasi dari lubang bor dapat diperoleh dari beberapa sumber batuan, inti bor atau sludge, geofisika bawah permukaan; dan informasi dari hasil pemboran. Pada bagian ini akan lebih ditekankan pada pengamatan geologi.
Salah satu keputusan penting di dalam kegiatan eksplorasi adalah menentukan kapan kegiatan pemboran dimulai dan diakhiri. Pelaksanaan pemboran sangat penting jika kegiatan yang dilakukan adalah menentukan zona mineralisasi dari permukaan. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mineralisasi dari permukaan sebaik mungkin, namun demikian kegiatan pemboran dapat dihentikan jika telah dapat mengetahui gambaran geologi permukaan dan mineralisasi bawah permukaan secara menyeluruh.
More aboutMetode Eksplorasi Langsung

Metode Eksplorasi Tidak Langsung

Diposting oleh Selamat datang di blog

Metode eksplorasi tidak langsung adalah kegiatan eksplorasi yang dilakukan dengan tidak berhubungan langsung dengan bahan atau endapan bahan galian yang dicari. Kegiatan eksplorasi ini dilakukan melalui mengamati atau menganalisis kelainan kelainan sifat sifat baik itu sifat fisik maupun sifat kimia dari batuan. Ada beberapa metode yang umum digunakan untuk melakukan eksplorasi tidak langsung diantaranya adalah; 
 
A. Metode Geofisika 
Eksplorasi geofisika dilakukan berdasarkan perbedaan dari sifat fisik dari batuan, mineral dan bijih dari endapan yang diukur. Secara umum eksplorasi geofisika dilakukan dengan beberapa metode antara lain yaitu;

1.Metode Magnetik 
 
Metode magnetik pada dasarnya adalah memetakan gangguan lokal pada medan magnetik bumi yang disebabkan oleh variasi kemagnetan batuan. Metode ini adalah metode geofisika tertua yang dikenal oleh manusia. Sejarah metode ini dimulai dari kompas magnetik yang pertama ditemukan di Cina 3000 tahun yang lalu. Dalam perkembangannya medan magnetik bumi telah digunakan dalam eksplorasi bijih besi pada eksplorasi di Swedia. Alat untuk menggunakan metode magnetik adalah magnetometer. Saat ini metode magnetik merupakan salah satu metode geofisika yang paling banyak digunakan orang karena selain mudah penggunaannya juga murah pemakaiannya. Bijih yang mengandung mineral magnetik akan menimbulkan efek langsung pada peralatan, sehingga dengan segera dapat diketahui.

Metoda eksplorasi dengan magnetik sangat berguna dalam pencarian sasaran eksplorasi sebagai berikut :
  • Mencari endapan placer magnetik pada endapan sungai
  • Mencari deposit bijih besi magnetik di bawah permukaan 
  • Mencari bijih sulfida yang kebetulan mengandung mineral magnetit sebagai mineral ikutan 
  • Intrusi batuan basa dapat diketahui kalau kebetulan mengandung magnetit dalam jumlah cukup 
  • Untuk dapat mengetahui ketebalan lapisan penutup pada suatu batuan beku yang mengandung mineral magnetik.

2. Metode Geolistrik

Metode ini mengukur dan menyelidiki sifat kelistrikan yang dimiliki oleh batuan atau mineral. Mineral-mineral sulfida pada umumnya bisa dikenali dengan metode ini dikarenakan oleh sifat fisisnya yang mudah menghantarkan listrik yang diinjeksikan ke dalam bumi.
 

Dalam cara pengukuran tahanan jenis batuan di dalam bumi biasanya dipakai sistem empat elektrode yang dikontakan dengan baik pada bumi. dua elektrode dipakai untuk memasukan arus listrik ke dalam bumi, disebut elektrode arus (current electrode) disingkat C, dan dua elektrode lainnya dipakai untuk mengukur voltage yang timbul karena arus tadi, elektrode ini disebut elektrode potensial atau “potential electode” disingkat P. ada beberapa cara dalam penyusun ke empat elektode tersebut, dua diantaranya banyak yang dipakai adalah cara Wenner dan cara Shlumberger.

3. Metode Seismik

Tujuan utama metode seismik adalah mengukur cepat rambat dari jenis perlapisan yang terdiri dari batuan dengan cepat rambat berbeda tiap batuan yang akan diterima oleh alat penerima getaran disebut geofon. Metoda ini jarang dipergunakan dalam penyelidikan pertambangan bijih tetapi banyak dipergunakan dalam penyelidikan minyak bumi.

Geofon-geofon yang dipasang secara teratur di sekitar lobang ledakan tadi akan terbias atau refraksi. Dengan mengetahui waktu ledakan dan waktu kedatangan gelombang-gelombang tadi, maka dapat diketahui kecepatan rambatan waktu getaran melalui perlapisan-perlapisan batuan. Dengan demikian konfigurasi struktur bahwa permukaan dapat diketahui. Gelombang akan merambat dengan kecepatan yang berbeda pada batuan yang berbeda-beda. Geophone merupakan alat penerima gelombang yang dipantulkan kepermukaan, hidrophone untuk gelombang di dasar laut

Cepat rambat gelombang seismik pada batuan tergantung pada jenis batuan, derajat pelapukan, derajat pergerakan, tekanan, porositas (kadar air) dan, Umur (diagenesa, konsolidasi, dll)


B. Metode Geokoimia

Eksplorasi geokimia khusus mengkonsentrasikan pada pengukuran kelimpahan, distribusi, dan migrasi unsur unsur bijih atau unsur unsur yang berhubungan erat dengan bijih, dengan tujuan mendeteksi endapan bijih. Secara sederhana eksplorasi geokimia adalah pengukuran secara sistematis satu atau lebih unsur jejak dalam batuan, tanah, sedimen sungai aktif, vegetasi, air, atau gas untuk mendapatkan anomali geokimia yaitu konsentrai abnormal dari unsur tertentu yang kontras terhadap lingkungannya.

Pengukuran sistimatika terhadap satu atau lebih unsur jejak (trace elements) pada batuan, tanah, stream, air atau gas. Tujuannya untuk mencari anomali geokimia berupa konsentrasi unsur-unsur yang kontras terhadap lingkungannya atau background geokimia.

Anomali dihasilkan dari mobilitas dan dispresi unsur-unsur yang terkonsentrasi pada zona mineralisasi. Anomali merupakan perbedaan-perbedaan yang mencolok antara satu titik atau batuan dengan titik lainnya.

Pada dasarnya eksplorasi jenis ini lebih cenderung untuk menentukan perbedaan mendasar (anomali) unsur-unsur yang terdapat pada tanah atau sampel yang kita cari. Proses untuk membedakan unsur ini dilakukan dengan beberapa reaksi kimia.
More aboutMetode Eksplorasi Tidak Langsung

Pengaruh Mineral Lempung (Clay Mineral) Terhadap Terjadinya Tanah Longsor Di Semarang

Diposting oleh Selamat datang di blog

ABSTRAK: Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Di Indonesia pada musim hujan sering terjadi tanah longsor, salah satu daerah yang sering terjadi tanah longsor adalah Semarang, faktor kompaksi/konsolidasi batuan di bawah permukaan yang diduga mempunyai keterkaitan dengan keberadaan lapisan lempung dan ini adalah salah satu penyebab terjadinya tanah longsor. Karakteristik keteknikan batuan erat kaitannya dengan sifat penyusun batuannya, diantaranya adalah sifat ekspansifitas yang sangat dipengaruhi oleh kandungan mineral lempung. Jenis mineral lempung montmorilonit mempunyai daya kembang susut terbesar sehingga kehadirannya merupakan faktor utama yang menentukan sifat ekspansif. Tulisan ini membahas mengenai karakteristik lempung di daerah Semarang terutama mengenai sifat ekspansif lempung melalui pendekatan mineralogi berdasarkan hasil analisis XRD dan SEM-EDX serta pengaruhnya terhadap potensi amblesan tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batuan umumnya tersusun atas mineral lempung berupa montmorilonit, illit dan kaolinit/klorit, selain itu juga mengandung fraksi mineral non lempung.
Kata kunci: Tanah longsor, Lempung Semarang, XRD, SEM-EDX

ABSTRACT: Erosion or soil movement is often called a geological event that occurs because of movement of soil or rock mass with different types and kinds of rocks or clumps like the fall of the land . In Indonesia, landslides often occurs during the rainy season, one of the frequent landslides are Semarang , compacting factor / consolidated rocks in the subsurface are suspected of having links with the presence of a layer of clay and this is one of the causes of landslides . Rock characteristics closely related to the constituent properties of rock , such is the nature expancivity very influenced by clay mineral content . Type of clay mineral Montmorillonite has the largest shrinkage flower power so that its presence is a major factor determining the expansive properties . This paper discusses the characteristics of clays in the area of Semarang , especially regarding expansiveness of clay mineralogy approach is based on the results of XRD analysis and SEM - EDX and its influence on the potential for land subsidence . The results showed that the rocks are generally composed of clay minerals such as Montmorillonite , Illite and Caolinite / chlorite , but it also contains non- clay mineral fraction .
Keyword: Landslide, Clay, Semarang, XRD, SEM-EDX



A.    Latar Belakang
Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide, adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
Wilayah Kota Semarang merupakan paparan endapan Holosen yang dicirikan oleh endapan pasang surut, endapan sungai dan endapan pematang pantai, swamp dan aluvium
yang terletak pada paparan dataran Kuarter (Thaden dkk., 1975).Geologi daerah paparan Semarang ini dicirikan oleh perulangan satuan lempung – lanau yang cukup dominan dengan sisipan pasir berukuran mulai halus hingga kasar. Proses sedimentasi yang berulang selama pengendapannya diperlihatkan oleh ketidak menerusan lapisan lempung – lanau dan pasir yang saling menjari di kedalaman yang bervariasi. Sikuen urutan sedimen di beberapa lokasi mencerminkan tanah jenuh air, kohesif dan tekanan air pori yang tinggi. Kedalaman endapan kuarter ini mencapai hingga kedalaman > 150 meter berdasarkan hasil pemboran teknik dan pemboran air tanah (Laporan Teknis, Pusat Sumberdaya Airtanah dan Geologi Lingkungan, 2010). Studi mengenai karakteristik lempung di dasar perairan laut kota Semarang (Budiono dan Panggabean, 2008) menunjukkan bahwa mineral lempung di lepas pantai kota Semarang terdiri atas : kaolinit , illit, dan campuran montmorilonit dan illit. Daerah Semarang utara tersusun oleh endapan alluvium muda dengan sifat kompresibilitas tinggi, sehingga pemampatan tanah secara alami masih terjadi sampai sekarang (Sarah, 2011: komunikasi langsung).
Kota Semarang diketahui sering mengalami tanah longsor, terakhir terjadi pada 23 Januari 2014 di kecematan gunungpati. Salah satu penyebab terjadinya tanah longsor tersebut adalah adanya  penurunan muka tanah oleh faktor kompaksi/konsolidasi batuan, penurunan muka airtanah dan pengurugan lahan (Sarah, 2011: komunikasi langsung). Faktor kompaksi/konsolidasi batuan salah satunya dipengaruhi oleh kondisi bawah permukaan dataran Semarang.
Karakter lingkungan keteknikan lahan dan ketidak homogenan tanah/batuan bawah permukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain unsur geologi, kondisi keairan, komposisi mineral penyusunnya dan proses sedimentasi, terutama pada material berbutir halus seperti lempung. Keberadaan lempung ekspansif sering menimbulkan masalah terutama yang berkaitan dengan geoteknik, diantaranya adalah dapat menimbulkan retak pada batuan dan selain itu juga menyebabkan kerusakan struktur bangunan yang dibangun pada basement tersebut (Herina, 2005). Sifat ekspansif lempung umumnya dapat diamati di lapangan dari sifat fisik batuan yang khas berupa rekahan-rekahan pada saat kering (mengkerut) dan sifat licin dan plastis pada saat basah (mengembang). Sifat ekspansif pada lempung, selain disebabkan oleh ukuran butir penyusunnya juga sangat dipengaruhi oleh mineralogi penyusun lempung tersebut. Kelimpahan mineral lempung sendiri sangat bervariasi dipengaruhi oleh berbagai macam hal diantaranya adalah jenis batuan asal, pelapukan serta proses diagenesis sehingga menyebabkan terdapatnya variasi baik secara vertikal maupun lateral.
Daya kembang tanah (lempung) ekspansif antara lain tergantung pada jenis dan jumlah mineral, kemudahan bertukarnya ion-ionnya atau disebut kapasitas pertukaran kation serta kandungan elektrolit dan tatanan struktur lapisan mineral (Herina, 2005). Mineral lempung yang menyusun lempung ekspansif umumnya antara lain adalah montmorilonit, illit, dan kaolinit. Dari ketiga jenis mineral tersebut, montmorilonit mempunyai daya kembang terbesar (Grim, 1968; Millot, 1970; Velde, 1995; Moore dan Reynolds, 1997), sehingga kehadirannya diduga merupakan faktor utama yang menentukan sifat ekspansif pada jenis lempung tersebut. Dengan mengetahui kandungan mineralogi yang terkandung dalam tanah/batuan dapat digunakan untuk memperkirakan sifat ekspansif lempung.
Kehadiran lapisan lempung yang cukup tebal pada endapan Holosen di daerah Semarang dan tanah longsor diduga mempunyai keterkaitan. Sehingga pengetahuan mengenai karakteristik lempung bawah permukaan di Semarang diperlukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tanah longsor  yang terjadi di daerah tersebut.
Tujuan dalam penelitian difokuskan terhadap karakteristik lempung guna mengetahui mineralogi batuan lempung dan memperkirakan sifat ekspansif batuan tersebut sehingga diperoleh gambaran mengenai karakter lempung serta pengaruhnya terhadap tanah longsor di daerah Semarang.

B.     Metodelogi
Dataran Semarang tersusun oleh endapan Holosen yang dominan berupa perulangan lempung – lanau. Bencana amblesan tanah di daerah tersebut telah terjadi secara berkala dan diduga turut dipengaruhi oleh kondisi bawah permukaan salah satunya adalah dengan keberadaan lapisan lempung tebal di bawah permukaan (Sarah dkk., 2011). Karakteristik lempung terutama jenis montmorilonit yang mudah mengembang dan menyusut oleh pengaruh kandungan air (Grim, 1968; Millot, 1970; Velde, 1995; Moore dan Reynolds, 1997), diduga sebagai salah satu factor terjadinya tanah longsor selain factor utama yaitu hujan. Menurut Sarah (2011: komunikasi langsung) keberadaan lapisan lempung diindikasikan mempercepat proses konsolidasi terutama pada kondisi penurunan muka air tanah dan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya tanah longsor. Sehingga dengan mengetahui kelimpahan mineral lempung jenis tertentu pada batuan, dapat digunakan untuk menduga sifat ekspansif dari batuan tersebut dan lebih jauh mengetahui pengaruhnya terhadap tanah longsor yang berpotensi terjadi pada lokasi batuan tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data dari 3 lubang bor geologi teknik di paparan endapan Holosen Semarang yaitu Bandarharjo (BM-01), Madukoro (BM-03) dan Kaligawe (BM-04 dan BT-04) (Gambar 1). Pengujian dilakukan terhadap beberapa sampel batuan pada kedalaman 5 hingga 90 meter dan dilakukan analisa karakteristik lempung kaitannya dengan sifat mengembang lempung. Selanjutnya dilakukan uji analisa SEM-EDX. Kelompok mineral lempung sulit diidentifikasi melalui pengamatan mikroskopis, karena ukuran butir mineral yang sangat halus sehingga memerlukan analisis yang mengacu pada struktur kristal dan morfologi mineral tersebut. Untuk mengidentifikasi mineralogi karakteristik mineral lempung dalam batuan yang diteliti, digunakan 2 (dua) jenis analisis meliputi analisis XRD dan analisis SEM-EDX.
Metode analisis dengan difraksi sinar X (XRD) dapat digunakan untuk mengidentifikasi mineral lempung karena menekankan pada aspek stuktur kristal mineral dengan mengacu pada hukum Bragg dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis mineral selama mineral tersebut mempunyai bentuk kristal tertentu meskipun ukurannya sangat kecil. Beberapa penelitian sebelumnya (JCPDS, 1980; Moore dan Reynolds, 1997; Poppe et al., 2001; Harris dan White, 2008) telah mempelajari mengenai karakter difraksi sinar X pada mineral tunggal yang dapat memberikan panduan mengenai sifat dasar pola difraksi sinar X untuk masing-masing jenis mineral lempung. Analisis XRD semi kuantitatif dilakukan untuk mengetahui proporsi mineral lempung montmorilonit, illit dan kaolinit/klorit berguna untuk memperkirakan sifat ekspansif lempung yang terkandung dalam batuan. Identifikasi mineral lempung secara semi kuantitatif dilakukan berdasarkan peak area dengan mengacu pada Moore dan Reynolds (1997) dan Brown and Brindley (1980) dalam Deepthy dan Balakrishnan (2005), menggunakan perhitungan berikut :
% mineral lempung = 100×[I mineral lempung/ΣI keseluruhan mineral lempung dalam sampel]
Hasil analisis SEM berupa citra foto dengan perbesaran hingga ribuan kali sangat membantu dalam mengidentifikasi mineral-mineral yang berukuran sangat halus. Analisis tersebut mengacu pada mikro morfologi mineral sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi mineral lepung dan mendukung data yang diperoleh dari hasil XRD. Data EDX digunakan untuk mendukung hasil interpretasi SEM yaitu untuk membantu menduga kandungan mineral dalam batuan berdasarkan kandungan kimianya.

C.    HASIL
Mineralogi batuan diperoleh berdasarkan data hasil XRD dan SEM-EDX. Mineralogi batuan secara umum dapat diketahui dari hasil XRD yang dapat mengidentifikasi kehadiran mineral tertentu berdasarkan sifat fisik (kisi) struktur dalam mineral, yaitu secara kualitatif dengan membandingkan nilai pada kurva hasil analisa dengan nilai-nilai pada beberapa kurva mineral standar. Selain itu hasil XRD juga diolah secara semi kuantitatif, terutama untuk mengetahui rasio mineral lempung. Keakuratan hasil interpretasi mineral yang diperoleh melalui metode ini cukup rendah karena sangat dipengaruhi oleh peralatan dan kemampuan operator/interpreter. Data SEM digunakan untuk mengidentifikasi jenis mineral secara deskriptif berdasarkan kemiripan morfologi mineral dan dapat dikuatkan dengan data EDX yang dapat mengidentifikasi kandungan unsur-unsur utama pada obyek untuk lebih memastikan jenis mineral tersebut. Sampel batuan sebagian besar berupa batuan berukuran butir lempung, serta beberapa lanau dan pasir. Lempung umumnya berwarna abu-abu kehijauan – abu-abu, pada sampel batuan yang diambil dekat dengan permukaan bersifat lunak (soft), sedangkan sampel yang berada pada posisi lebih dalam rata-rata bersifat lunak – keras (firm – stiff), umumnya mempunyai plastisitas tinggi dan bersifat impermeabel. Batuan bersifat karbonatan ditunjukkan dengan kehadiran fragmen cangkang. Berdasarkan hasil XRD, batuan yang diteliti umumnya tersusun atas mineral lempung berupa montmorilonit, illit dan kaolinit/klorit, selain itu juga mengandung fraksi mineral non lempung berupa feldspar (anorthit dan sanidin), kalsit, kuarsa dan pirit. Hasil SEM umumnya menunjukkan struktur sarang lebah (webby) yang khas dimiliki oleh mineral montmorilonit. Mineral lempung lain yang dapat diidentifikasi yaitu kaolinit berbentuk pseudoheksagonal yang bertumpuk-tumpuk dan illit berbentuk filamen memanjang (hairy structure).
Gambar 1: Penampang vertikal mineralogi batuan hasil SEM-EDX dan XRD pada sampel batuan
Secara vertikal hasil SEM menunjukkan bahwa lempung yang berada didekat permukaan mempunyai permukaan batuan yang butirannya bersifat agak lepas dengan ukuran butir kurang seragam, bersifat porous – sangat porous. Pori yang terbentuk sebagian besar merupakan ruang antar butir dan antar agregat lempung. Sedangkan lempung yang berada pada lokasi yang lebih dalam umumnya menunjukkan permukaan batuan yang relatif segar dan kurang porous, ukuran butir terlihat relatif seragam, pori batuan berukuran halus (±20μm) berupa ruang antar butir dan antar agregat lempung tersebar tidak merata. Batuan terubah sebagian menjadi mineral lempung. Litologi lainnya yaitu berupa batulempung dan batupasir. Batulanau menunjukkan permukaan batuan yang relatif segar dan kurang porous, ukuran butir terlihat tidak seragam, pori batuan berukuran halus berupa ruang antar butir dan antar agregat lempung tersebar tidak merata, batuan terubah sebagian menjadi mineral lempung. Batupasir menunjukkan permukaan batuan yang butirannya bersifat agak lepas dan bersifat porous – sangat porous, ukuran butir klastika batuan relatif seragam dengan ukuran butir rata-rata 0,1mm. Pori yang terbentuk sebagian besar merupakan ruang antar butir dengan penyebaran yang merata. Batuan banyak mengandung fragmen feldspar berbentuk pecahan dan sebagian batuan terubah menjadi mineral lempung, permukaan klastika batuan sebagian tertutup oleh mineral lempung.
Sampel batuan dari lokasi BM 1 diambil dari 5 kedalaman yang berbeda berturut-turut 11,60 – 12,00 m; 22,60 – 23,00 m; 33,60 – 34,00 m; 58,60 – 59,00 m dan 62,40 – 62,80 m. Pada lokasi tersebut batuan tersusun oleh feldspar, kalsit, kuarsa dan mineral lempung. Kandungan kalsit cukup melimpah dalam bentuk fosil foraminifera dan nanofosil, selain itu juga sebagai fragmen batuan karbonat. Feldspar dalam batuan tersebut terdentifikasi berupa anorthit (Na-Ca Feldspar). Sebagian batuan telah terubah menjadi mineral lempung. Pada bagian dekat permukaan (kedalaman 11,60 – 12,00 m), mineral lempung dominan berupa kaolinit. Mineral lempung tersebut merupakan jenis mineral lempung yang umum dijumpai pada zona pelapukan, sehingga umumnya dominan pada lapisan teratas batuan yang mengalami proses pelapukan. Sedangkan pada lokasi yang lebih dalam mineral lempung rata-rata dominan berupa montmorilonit. Mineral lempung tersebut berasal dari ubahan dari Na-Ca feldspar yang keterdapatannya cukup melimpah dijumpai dalam batuan. Pirit dengan struktur framboid tampak terbentuk secara autigenik dalam batuan, berbentuk kubik berukuran halus dan mengisi rongga dalam batuan.
Sampel batuan dari lokasi BM 3 diambil dari 3 kedalaman yang berbeda berturut-turut 23,00 – 24,00 m; 41,00 – 42,00 m dan 56,00 – 57,00 m. Batuan pada lokasi tersebut tersusun oleh feldspar, kuarsa dan mineral lempung. Batuan pada lokasi tersebut mengandung feldspar berupa sanidin, mineral tersebut termasuk dalam kelompok kalium feldspar (K feldspar). Mineral lempung montmorilonit dijumpai pada ke 3 (tiga) sampel batuan tersebut. Mineral lempung kaolinit dominan pada sampel dari kedalaman 23,00 – 24,00 m dan 56,00 – 57,00 m. Selain dijumpai melimpah pada zona pelapukan, kaolinit juga dapat terbentuk sebagai mineral ubahan dari feldspar. Illit cukup melimpah pada kedalaman 41,00 – 42,00 m.
Sampel batuan dari lokasi BM 4 diambil dari 5 kedalaman yang berbeda berturut-turut 5,00 – 6,00 m; 22,00 – 23,00 m; 29,00 – 30,00 m; 37,00 – 38,00 m dan 84,00 – 85,00 m. Pada lokasi kuarsa dan mineral lempung. Jenis feldspar pada sampel batuan yang diambil pada lokasi ini berupa anorthit (Na-Ca Feldspar). Mineral lempung dominan berupa montmorilonit, kecuali pada kedalaman 29,00 – 30,00 m yang dominan berupa kaolinit.
Sampel batuan dari lokasi BT 4 diambil dari kedalaman 9,00 – 11,00 m. Komposisi mineral batuan antara lain kalsit, kuarsa, feldspar (anorthit). Batuan terubah sebagian menjadi mineral lempung berupa kaolinit dan illit.
Hasil EDX berupa kandungan oksida utama dalam %massa diolah untuk mengetahui rumus kimia empiris dari masing-masing objek EDX. Rumus kimia tersebut digunakan untuk lebih memastikan jenis kandungan mineral yang sebelumnya telah diidentifikasi lebih dahulu berdasarkan morfologi mineralnya. Secara umum sampel batuan dari lokasi lokasi BM 1 terindikasi mengandung mineral piroksen, kalsit, feldspar, K-feldspar, pirit, klorit, montmorilonit, illit dan kaolinit, sampel batuan dari BM 3 mengandung oksida logam, klorit, K-feldspar dan montmorilonit, sampel batuan dari BM 4 mengandung oksida logam, feldspar, klorit, kalsit, K-feldspar, kuarsa, illit, dan montmorilonit. kalsit serta sampel batuan dari BT 4 mengandung karbon (organik), feldspar, montmorilonit, illit.

D.    PEMBAHASAN
Kelimpahan mineral lempung dalam batuan dipengaruhi oleh jumlah fraksi batuan yang berukuran lempung dan komposisi mineral
batuan asal. Selain itu kelimpahan mineral lempung juga dipengaruhi oleh tingkat diagenesa batuan, sehingga biasanya mengalami peningkatan bersama dengan penambahan kedalaman. Mineral lempung jenis montmorilonit mempunyai karakter berupa struktur dalam yang mudah mengembang apabila terkena air sehingga sangat erat kaitanya dengan kemampuan kembang susut batuan sedangkan illit dan kaolinit mempunyai struktur kisi mineral yang relatif lebih stabil sehingga tidak mudah mengembang. Dengan demikian, kehadiran mineral lempung tersebut turut berpengaruh pada sifat keteknikan batuan.
Rasio kandungan mineral lempung montmorilonit terhadap illit dan kaolinit dapat digunakan untuk memprediksi sifat ekspansif/ mengembang mineral lempung dalam batuan. Rasio tersebut diperoleh dari hasil analisis data XRD secara semikuantitatif (Moore dan Reynolds, 1997), Brown dan Brindley, 1980 dalam Deepthy dan Balakrishnan , 2005). Hasil perhitungan rasio dikelompokkan menjadi 3 sebagai berikut: 1). sifat ekspansif rendah (rasio <1), 2). sifat ekspansif sedang (rasio 1 – 2), dan 3) sifat ekspansif tinggi (rasio >2). Berdasarkan pengelompokkan tersebut diperkirakan sifat mengembang mineral lempung yang cukup tinggi berpotensi terdapat pada lokasi BM 1 kedalaman 22,60 – 23,00 m dan 33,60 – 34,00 m, serta BM 4 kedalaman 22,00 – 23,00 m, 37,00 – 38,00 m dan 84,00 – 85,00 m. Sedangkan sampel batuan pada lokasi BM 3 dan BT 4 umumnya mempunyai rasio yang rendah (Gambar 7). Untuk mengaitkannya dengan sifat mengembang batuan secara umum, diperlukan perbandingan dengan data kelimpahan fraksi mineral lempung, porositas, hubungan antar butir batuan serta data-data hasil analisa pendukung lainnya.
Hasil korelasi dengan data lapangan menunjukkan bahwa lempung yang berada relatif didekat permukaan (BM 1: 11,60 – 12,00; BM 4: 5,00 – 6,00; BT 4: 9,00 – 11,00) umumnya berwarna abu-abu, bersifat sangat lunak, mempunyai plastisitas tinggi dan bersifat impermeabel. Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa ketiga sampel tersebut mempunyai sifat ekspansif rendah – sedang. Sebaliknya, beberapa sampel lempung yang diambil dari lokasi yang lebih dalam (BM 1: 33,60 – 34,00 dan 62,40 – 62,80; BM 4: 22,00 – 23,00 dan 37,00 – 38,00) menunjukkan sifat fisik di lapangan berwarna abu-abu – abu-abu kehijauan, mempunyai plastisitas tinggi dan bersifat impermeabel dan hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa sampel-sampel batuan tersebut diperkirakan mempunyai sifat ekspansif sedang – tinggi.
Gambar 7. Grafik sifat ekspansif mineral lempung berdasarkan hasil XRD semi kuantitatif.

E.     KESIMPULAN
Karakteristik lempung dari lokasi penelitian umumnya menunjukkan perbedaan sifat fisik antara lempung yang berada di dekat permukaan terhadap lempung yang diambil dari tempat yang lebih dalam. Lempung permukaan mempunyai sifat fisik yang umumnya bersifat lebih lunak (soft) namun dilihat dari aspek mineralogi lempungnya mempunyai rasio Mtm/Ill+Kao yang kecil atau dapat dikatakan sifat ekspansifitasnya relatif rendah. Sedangkan lempung dari tempat yang lebih dalam meskipun di lapangan menunjukkan sifat fisik yang lebih keras (firm – stiff), mempunyai rasio Mtm/Ill+Kao yang besar atau dapat dikatakan sifat ekspansifitasnya relatif tinggi. Berdasarkan mineraloginya diduga bahwa jenis batuan asal pada lokasi BM 3 berbeda dari 3 (tiga) lokasi lainnya (BM 1, BM 4 dan BT 4) dan menunjukkan karakteristik lempung dengan sifat ekspansif yang rendah. Lempung bawah permukaan di daerah Semarang menunjukkan sifat ekspansif yang rendah di bagian barat dengan kecenderungan peningkatan sifat ekspansif semakin ke arah timur. Keberadaan lapisan lempung tersebut diindikasikan mempercepat proses konsolidasi endapan Holosen di bagian timur dan utara Semarang yang memperbesar potensi terjadinya tanah longsor. Setelah mengetahui daerah yang rawan terjadi tanah longsor di Semarang, maka data tersebut akan digunakan untuk melakukan mitigasi bencana tanah longsor agar mengurangi korban dan kerugian akibat terjadinya tanah longsor, berikut ini adalah mitigasi bencana tanah longsor di daerah tersebut:
1.      Pemantauan
Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.
2.      Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota atau Masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah
3.      Pemeriksaan bencana longsor
Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.
Berikut ini beberapa pertanda terjadinya bencana tanah longsor:
a)      Reruntuhan batu(rock fall) dan tanah (debris) pada jalan.
b)      Retakan baru pada lereng, jalan, atau dinding penahan tanah.
c)      Material berupa tanah, batuan, pohon berjatuhan dari lereng.
d)     Air mengalir dari lereng atau saluran air konstruksi penahan tanah berubah warnanya dari bening menjadi coklat.
e)      Air terkonsentrasi dan alirannya memotong badan jalan atau menuju wilayah yang lebih rendah
f)       Konstruksi penahan tanah mulai rusak akibat erosi.
g)      Saluran air rusak akibat derasnya aliran air.
h)      Air di bagian puncak tidak tertampung lagi dan mengalir deras ke badan jalan ( banjir ).
i)        Rembesan air semakin banyak dan terjadi secara tiba-tiba pada lereng atau konstruksi             penahan tanah.

F.     DAFTAR PUSTAKA
1.      Yulianti, Anita, dkk., 2012. Pengaruh Lempung Ekspansif Terhadap Potensi Amblesan Tanah Di Daerah Semarang, Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 22 No. 2 (2012), 93-103.
2.      Budiono, K. dan Panggabean, H., 2008. Karakteristik Mineral Lempung pada Sedimen Resen Permukaan Dasar Laut di Perairan Kota Semarang, Jurnal Sumber Daya Geologi Vol.18 no4. Agustus 2008. p. 231-238.
3.      K.T. Chau*, Y.L. Sze, M.K. Fung, W.Y. Wong, E.L. Fong, L.C.P. Chan. 2002. Landslide Hazard Analysis For Hongkong using Landslide Inventory And Gis. Jurnal : Computers & Geosciences 30 (2004) 429–443.
4.      Kompas.com. 2014. Tanah Longsor di Semarang, Puluhan Rumah Ambruk. Tersedia: http://regional.kompas.com/read/2014/01/23/1928289/Tanah.Longsor.di.Semarang.Puluhan.Rumah.Ambruk(Diakses 11 Mei 2014, Pukul 11.02).
5.      Atjeh, Ranup. 2013. Makalah Tanah Longsor. Tersedia : http://ranupatjeh7.blogspot.com/2013/03/makalah-tanah-longsor.html(Diakses 11 Mei 2014, Pukul 11.03).
6.      Author. 2014. Pedoman Penanggulangan Tanah Longsor. Tersedia : http://piba.tdmrc.org/content/pedoman-penanggulangan-tanah-longsor(Diakses 13 Mei 2014, Pukul 21.37).

7.      Raundati, Shanty. 2012. Desiminasi Mitigasi Bencana Tanah Longsor. Tersedia : http://shanty28danevi09.blogspot.com/2012/11/definisi-longsor.html. (Diakses 13 Mei 2014, Pukul 21.46)
More aboutPengaruh Mineral Lempung (Clay Mineral) Terhadap Terjadinya Tanah Longsor Di Semarang

TRIVIA MINERAL SULFIDA

Diposting oleh Selamat datang di blog

Acanthite
Acanthite sering disamakan dengan nama argentit dan hal ini tidak mengherankan . Beberapa panduan mineral pertukaran nama atau menggabungkan nama-nama seperti yang dilakukan di sini. Tapi nama mineral yang tepat ketika mengacu pada Ag2S pada suhu kamar acanthite . Argentit adalah nama diterapkan pada satu polimorf (berarti banyak bentuk ) dari Ag2S . Acanthite dan argentit memiliki chemistry yang sama , Ag2S , tetapi struktur yang berbeda . Argentit memiliki struktur isometrik dan hanya stabil pada suhu di atas 173 derajat Celcius dan jika pendinginan dari mencair , akan membentuk kristal isometrik seperti kubus , octahedrons dan dodecahedrons . Setelah pendinginan di bawah 173 derajat Celcius , argentit mengubah dari struktur isometrik terhadap struktur monoklinik dari acanthite . Transformasi sering mendistorsi bentuk kristal untuk dikenali , tetapi beberapa masih akan memiliki bentuk kristal isometrik keseluruhan . Kristal ini disebut pseudomorphs ( bentuk palsu ) karena mereka benar-benar kristal acanthite dalam bentuk kristal argentit itu . Argentit telah historis digunakan ketika mengacu pada kristal ini , tetapi pengakuan identitas sebenarnya dari mineral membutuhkan penamaan kristal ini ( pada suhu yang lebih rendah ) sebagai acanthite .
Acanthite , di samping kristal yang dibahas di atas , membentuk kelompok yang menarik dari kristal . Kristal sendiri sering terdistorsi , tetapi mereka bersama-sama ke dalam beberapa kelompok arborescent rumit ( branching ) struktur .
Acanthite umumnya mudah diidentifikasi meskipun mungkin tampak seperti galena dan mineral sulfida perak lainnya . Kebiasaan kristal dibahas di atas biasanya diagnostik cukup , namun tes sectility mungkin diperlukan dalam beberapa kasus . Acanthite adalah sectile yang berarti bahwa itu dapat dipotong menjadi oleh pisau seperti timbal . Acanthite umumnya merupakan spesimen mineral yang sangat berharga , terutama karena kandungan perak yang tinggi dan kelangkaan kristal yang baik . Ini adalah kesenangan untuk memiliki spesimen acanthite baik saat mereka akhirnya diperoleh 

2.      Arsenopyite
Bijih utama dari arsenik, Arsenopyite dapat mengandung sejumlah kecil emas sebagai pengotor. Meskipun bijih arsenik, tidak sengaja ditambang karena alasan itu. Dalam pengolahan bijih dari unsur-unsur lain beberapa arsenopirit adalah "tidak sengaja" dimasukkan dan melepaskan arsen sebagai asap yang kemudian pulih. Ini "kebetulan" sumber memasok sebagian besar kebutuhan dunia di arsenik.
Arsenopirit membuat spesimen mineral menarik juga. Ini dibentuk dengan baik crsytals menunjukkan bentuk kristal yang berbeda dan menarik. Sebuah kristal khas berisi berlian berbentuk kubah di atas sebuah kristal prismatik. Kristal memiliki sudut tajam akut yang merupakan kontras dari sulfida lainnya yang umumnya hanya memiliki sudut tumpul.

3.      Bismutinit
Bismutinit merupakan bijih penting bismut . Semprotan baja abu-abu kristal prismatik bismutinit memancarkan keluar dari titik attachment umum dalam spesimen lebih spektakuler dari mineral sulfida agak jarang ini . Spesimen ini tidak bisa membantu tetapi akan dibandingkan dengan spesimen stibnite . Sulit untuk membedakan dari yang sama mencari dan terkait erat antimon sulfida . Bismutinit lebih berat dari stibnite dan pada pemeriksaan lebih dekat dari kristal , terdapat perbedaan yang nyata dengan bismutinit yang memiliki tegak , wajah datar . Dalam bentuk besar kebingungan bahkan lebih jelas , tapi bismutinit tidak terkait dengan antimon khas atau mineral arsenik yang stibnite begitu sering bersekutu .

Asosiasi bismutinit bervariasi , namun kombinasi dengan bismuth mineral unsur langka sangat istimewa . Kalkopirit lain adalah asosiasi terutama umum . Bismut adalah mineral karbonat , Bi2 ( CO3 ) O2 , ditemukan sebagai perubahan ( oksidasi ) produk bismutinit dan sering ditemukan sebagai kristal pseudomorphic setelah bismutinit . Sebuah pseudomorph adalah atom dengan penggantian atom dari satu mineral dengan yang lain tanpa perubahan signifikan dalam penampilan luar dari kristal ( semu = "false " dan morph = " bentuk " ) .

4.      Cinnabar
Cinnabar adalah mineral berwarna-warni yang menambahkan warna unik untuk palet warna mineral. kayu manis warna merah scarlet bisa sangat menarik. Kristal berbentuk baik jarang dan kristal kembar dianggap klasik di kalangan kolektor. Kembaran di cinnabar yang khas dan bentuk kembar penetrasi yang bergerigi dengan enam pegunungan yang mengelilingi titik pryamid a. Ini bisa dianggap sebagai dua kristal scalahedral tumbuh bersama-sama dengan satu kristal akan sebaliknya dari kristal lainnya. Cinnabar ditambang oleh Kekaisaran Romawi untuk konten merkuri dan telah menjadi bijih utama merkuri selama berabad-abad. Beberapa tambang yang digunakan oleh orang Romawi masih sedang ditambang hari ini. Cinnabar saham kelas simetri yang sama dengan kuarsa tetapi dua membentuk kebiasaan kristal yang berbeda.

5.      Digenite
Digenite merupakan bijih tembaga yang penting, meskipun tidak sangat dikenal bahkan oleh kolektor mineral. Alasan kurang terkenalnya digenite bisa disebabkan oleh fakta bahwa umumnya tidak membentuk kristal yang baik, tidak memiliki warna brilian dan sulit untuk membedakan dengan sulfida tembaga lainnya. Tapi seperti halnya untuk setiap mineral yang jarang membentuk kristal yang baik, spesimen yang menunjukkan kebiasaan kristal baik dalam permintaan yang luar biasa.

6.      Realgar
Realgar adalah salah satu dari hanya beberapa sulfida yang tidak logam atau buram atau berwarna dengan lunak . Strukturnya adalah analog dengan sulfur dan menyerupai sulfur dalam banyak hal kecuali untuk warna ( nama " ruby sulfur " telah diterapkan untuk realgar ) . Sulfur memiliki struktur yang terdiri dari 8 atom belerang terhubung dalam sebuah cincin . Realgar itu struktur bergantian antara atom belerang dan atom arsen memproduksi cincin As4S4 . Atom-atom arsen mempengaruhi struktur mengubah dari simetri ortorombik sulfur untuk simetri monoklinik realgar itu .
Realgar terjadi di pembuluh darah hidrotermal dengan bijih sulfida logam berharga dan warna merah cerah yang bisa menjadi bantuan untuk prospectors . Hal ini juga dapat ditemukan dalam deposit air panas dan sebagai produk menghaluskan vulkanik ( mengkristal dari uap ) . Realgar mendapatkan namanya dari kata Arab untuk " bubuk tambang " ( rahj al ghar ) . Realgar terkenal untuk beberapa spesimen luar biasa indah . Beberapa spesimen dapat memiliki ruby warna merah tua dengan kejelasan luar biasa dan kilau tinggi . Warna realgar benar-benar sesuatu untuk menghargai dan menghargai . Tapi keindahan realgar adalah kadang-kadang sekilas .
Ini adalah mineral yang tidak stabil dan akan mengubah ke mineral yang berbeda , pararealgar dan akhirnya menjadi bubuk . Proses ini membutuhkan waktu dan dipercepat oleh paparan cahaya. Spesimen harus disimpan dalam gelap , wadah tertutup , dan hanya terkena cahaya untuk kesenangan singkat pemiliknya dan teman-teman . Ini terdengar ekstrim , tetapi spesimen realgar luar biasa indah yang layak melestarikan untuk selama mungkin . Jika Anda bertanya-tanya seberapa cepat kerusakan terjadi , jawabannya adalah segera , tapi untungnya sangat lambat . Ukiran Cina kuno realgar masih ada, tapi sangat terpengaruh oleh kerusakan tersebut . Memburuknya realgar dianggap menghasilkan orpiment kuning terkait erat , tapi ini baru-baru ini terbukti palsu dan produk penurunan sebenarnya kuning-oranye pararealgar . Dalam lukisan-lukisan tua dan manuskrip , realgar adalah pigmen yang umum untuk cat dan pewarna . Banyak lukisan ini sekarang memiliki rona kuning atau oranye di mana sekali warna harus menjadi merah asli .

7.      Orpiment
Orpiment adalah mineral langka yang biasanya terbentuk dengan realgar. Bahkan dua mineral hampir selalu bersama-sama. Kristal dari orpiment sangat langka karena biasanya membentuk massa dan remah. Massa kadang-kadang transparan untuk gelar dan memiliki kualitas gemmy kepada mereka. Warna kuning khusus untuk orpiment dan dapat bingung hanya dengan beberapa mineral lainnya. Orpiment berasal dari auripigmentum latin, atau pigmen emas. Penggunaannya sebagai pewarna atau pigmen terbatas karena ketidakstabilan. Seiring waktu, orpiment akan memburuk menjadi bubuk. Proses ini memakan waktu lama, tapi paparan sinar akan mempercepatnya. Spesimen harus disimpan dalam gelap, wadah tertutup.

8.      Rheniite
Rheniite adalah sangat langka dan mineral yang sangat baru di pasar mineral. Hal ini sangat baru yang belum terdaftar dalam indeks mineral. Hal ini ditemukan di Volcano Kudriary, Iturup Island, Rusia dan merupakan mineral renium hanya dikenal.
Renium telah ditemukan sebagai elemen jejak dalam columbite, molibdenit, gadolinit dan beberapa bijih platinum. Molibdenit, MoS2, adalah satu-satunya bijih nyata renium, logam berguna dan mahal. Renium ini hanya elemen jejak di molibdenit tetapi ditemukan dalam konsentrasi yang cukup, sampai dengan 0,2%, dan cukup molibdenit diproses untuk Molybdenium bahwa lebih dari 100 ton renium diketahui ada di dunia.

SUMBER:
1.       http://galleries.com/ (Diakses pada tanggal 1 April 2014)
2.      http://www.mindat.org/ (Diakses pada tanggal 1 April 2014)





More aboutTRIVIA MINERAL SULFIDA

Mineral Halida

Diposting oleh Selamat datang di blog

Halida adalah kelompok mineral yang prinsip adalah anion halogen. Halogen adalah kelompok unsur-unsur khusus yang biasanya memiliki muatan negatif ketika digabungkan secara kimiawi. Halogen yang ditemukan umumnya di alam mencakup Fluor, Chlorine, Iodine dan Bromin. Halida cenderung lebih suka hanya memerintahkan struktur dan karenanya tingkat tinggi simetri. Halida yang paling terkenal mineral, garam karang (NaCl) atau garam. Mineral Halida yang khas lunak, dapat transparan, umumnya tidak terlalu padat, memiliki belahan dada yang baik, dan seringkali memiliki warna-warna cerah.      

Halida adalah senyawa biner, dimana salah satu bagiannya adalah salah satu atom halogen dan bagian lainnya adalah elemen lainnya atau radikal yang mempunyai tingkat keelektronegatifan lebih kecil daripada atom halogen, untuk membentuk senyawa fluorida, klorida, bromida, iodida, atau astatin. Kebanyakan garam merupakan halida. Semua logam pada elemen grup 1 akan membentuk halida yang berbentuk padatan putih dalam suhu ruangan.

Ion halida adalah atom hidrogen yang mengikat muatan negatif. Anion halida contohnya fluorida (F−), klorida (Cl−), bromida (Br−), iodida (I−) dan astatin (At−). Semua ion ini terdapat pada garam halida ion. Kelompok ini dicirikan oleh adanya dominasi dari ion halogen elektronegatif seperti : F- , Cl- , Br- dan I- . Pada umumnya memiliki berat jenis yang rendah ( < 5 ). Contoh mineralnya adalah Fluorit (CaF2) , Halit (NaCl) , Silvit (KCl) , dan Kriolit (Na3AlF6). Berikut akan diberikan contoh beberapa mineral Halida beserta deskripsinya.
 
1.         Klorit
Deskripsi Klorit :
·         Sistem Kristal      :  Monoklin
·         Warna                 :  Hijau, Kuning, Putih, Merah muda
·         Cerat                    :  Hitam kehijauan sampai kehijauan
·         Belahan              :  Sempurna, Basal
·         Kekerasan          :  2-1.5 Skala Mohs
·         Massa jenis        : 2.6 to 3.3g/cm3 
·        Kegunaan            :  Sebagai bahan industri  

2.        Steropesite (Tl3BiCl6)
Deskripsi Klorit :
·         Sistem Kristal      :  Monoklin
·         Warna                 :  Kuning Pucat
         Kilap                       :   Kaca
        Diafenitas              : Transparan
·         Cerat                    :  Putih
·         Belahan              :  -
·         Massa jenis        : 5.737 g/cm3 

 


3.       Villaumite (NaF)
Deskripsi kassiterit :
·         Sistem Kristal      :  Isometrik
·         Warna                 :  Kehitaman
·         Cerat                    :  Putih
          Diafenitas            : Transparan
·         Belahan              :  Sempurna
·         Fracture             :  Choncoidal
·         Kekerasan          :  2-2.5 Skala Mohs
·         Massa jenis        : 2.79 g/cm3 
·         Genesis               : Terbentuk pada batuan Alkali.
·        
4.       Baeberiite (NH4)(BF4)
Deskripsi kassiterit :
·         Sistem Kristal      :  Orthorombik
·         Warna                 :  Tidak berwarna (Colorless)
         Kilap                       : Kaca
        Diafenitas              : Transparan
·         Cerat                    :  Putih
·         Kekerasan          :  1 Skala Mohs
·         Massa jenis        : 1.89 g/cm3 

·         Genesis               : Terbentuk dari aktivitas fumarolik
More aboutMineral Halida