Pengaruh Mineral Lempung (Clay Mineral) Terhadap Terjadinya Tanah Longsor Di Semarang

Diposting oleh Selamat datang di blog on Sabtu, 12 Juli 2014

ABSTRAK: Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Di Indonesia pada musim hujan sering terjadi tanah longsor, salah satu daerah yang sering terjadi tanah longsor adalah Semarang, faktor kompaksi/konsolidasi batuan di bawah permukaan yang diduga mempunyai keterkaitan dengan keberadaan lapisan lempung dan ini adalah salah satu penyebab terjadinya tanah longsor. Karakteristik keteknikan batuan erat kaitannya dengan sifat penyusun batuannya, diantaranya adalah sifat ekspansifitas yang sangat dipengaruhi oleh kandungan mineral lempung. Jenis mineral lempung montmorilonit mempunyai daya kembang susut terbesar sehingga kehadirannya merupakan faktor utama yang menentukan sifat ekspansif. Tulisan ini membahas mengenai karakteristik lempung di daerah Semarang terutama mengenai sifat ekspansif lempung melalui pendekatan mineralogi berdasarkan hasil analisis XRD dan SEM-EDX serta pengaruhnya terhadap potensi amblesan tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batuan umumnya tersusun atas mineral lempung berupa montmorilonit, illit dan kaolinit/klorit, selain itu juga mengandung fraksi mineral non lempung.
Kata kunci: Tanah longsor, Lempung Semarang, XRD, SEM-EDX

ABSTRACT: Erosion or soil movement is often called a geological event that occurs because of movement of soil or rock mass with different types and kinds of rocks or clumps like the fall of the land . In Indonesia, landslides often occurs during the rainy season, one of the frequent landslides are Semarang , compacting factor / consolidated rocks in the subsurface are suspected of having links with the presence of a layer of clay and this is one of the causes of landslides . Rock characteristics closely related to the constituent properties of rock , such is the nature expancivity very influenced by clay mineral content . Type of clay mineral Montmorillonite has the largest shrinkage flower power so that its presence is a major factor determining the expansive properties . This paper discusses the characteristics of clays in the area of Semarang , especially regarding expansiveness of clay mineralogy approach is based on the results of XRD analysis and SEM - EDX and its influence on the potential for land subsidence . The results showed that the rocks are generally composed of clay minerals such as Montmorillonite , Illite and Caolinite / chlorite , but it also contains non- clay mineral fraction .
Keyword: Landslide, Clay, Semarang, XRD, SEM-EDX



A.    Latar Belakang
Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide, adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
Wilayah Kota Semarang merupakan paparan endapan Holosen yang dicirikan oleh endapan pasang surut, endapan sungai dan endapan pematang pantai, swamp dan aluvium
yang terletak pada paparan dataran Kuarter (Thaden dkk., 1975).Geologi daerah paparan Semarang ini dicirikan oleh perulangan satuan lempung – lanau yang cukup dominan dengan sisipan pasir berukuran mulai halus hingga kasar. Proses sedimentasi yang berulang selama pengendapannya diperlihatkan oleh ketidak menerusan lapisan lempung – lanau dan pasir yang saling menjari di kedalaman yang bervariasi. Sikuen urutan sedimen di beberapa lokasi mencerminkan tanah jenuh air, kohesif dan tekanan air pori yang tinggi. Kedalaman endapan kuarter ini mencapai hingga kedalaman > 150 meter berdasarkan hasil pemboran teknik dan pemboran air tanah (Laporan Teknis, Pusat Sumberdaya Airtanah dan Geologi Lingkungan, 2010). Studi mengenai karakteristik lempung di dasar perairan laut kota Semarang (Budiono dan Panggabean, 2008) menunjukkan bahwa mineral lempung di lepas pantai kota Semarang terdiri atas : kaolinit , illit, dan campuran montmorilonit dan illit. Daerah Semarang utara tersusun oleh endapan alluvium muda dengan sifat kompresibilitas tinggi, sehingga pemampatan tanah secara alami masih terjadi sampai sekarang (Sarah, 2011: komunikasi langsung).
Kota Semarang diketahui sering mengalami tanah longsor, terakhir terjadi pada 23 Januari 2014 di kecematan gunungpati. Salah satu penyebab terjadinya tanah longsor tersebut adalah adanya  penurunan muka tanah oleh faktor kompaksi/konsolidasi batuan, penurunan muka airtanah dan pengurugan lahan (Sarah, 2011: komunikasi langsung). Faktor kompaksi/konsolidasi batuan salah satunya dipengaruhi oleh kondisi bawah permukaan dataran Semarang.
Karakter lingkungan keteknikan lahan dan ketidak homogenan tanah/batuan bawah permukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain unsur geologi, kondisi keairan, komposisi mineral penyusunnya dan proses sedimentasi, terutama pada material berbutir halus seperti lempung. Keberadaan lempung ekspansif sering menimbulkan masalah terutama yang berkaitan dengan geoteknik, diantaranya adalah dapat menimbulkan retak pada batuan dan selain itu juga menyebabkan kerusakan struktur bangunan yang dibangun pada basement tersebut (Herina, 2005). Sifat ekspansif lempung umumnya dapat diamati di lapangan dari sifat fisik batuan yang khas berupa rekahan-rekahan pada saat kering (mengkerut) dan sifat licin dan plastis pada saat basah (mengembang). Sifat ekspansif pada lempung, selain disebabkan oleh ukuran butir penyusunnya juga sangat dipengaruhi oleh mineralogi penyusun lempung tersebut. Kelimpahan mineral lempung sendiri sangat bervariasi dipengaruhi oleh berbagai macam hal diantaranya adalah jenis batuan asal, pelapukan serta proses diagenesis sehingga menyebabkan terdapatnya variasi baik secara vertikal maupun lateral.
Daya kembang tanah (lempung) ekspansif antara lain tergantung pada jenis dan jumlah mineral, kemudahan bertukarnya ion-ionnya atau disebut kapasitas pertukaran kation serta kandungan elektrolit dan tatanan struktur lapisan mineral (Herina, 2005). Mineral lempung yang menyusun lempung ekspansif umumnya antara lain adalah montmorilonit, illit, dan kaolinit. Dari ketiga jenis mineral tersebut, montmorilonit mempunyai daya kembang terbesar (Grim, 1968; Millot, 1970; Velde, 1995; Moore dan Reynolds, 1997), sehingga kehadirannya diduga merupakan faktor utama yang menentukan sifat ekspansif pada jenis lempung tersebut. Dengan mengetahui kandungan mineralogi yang terkandung dalam tanah/batuan dapat digunakan untuk memperkirakan sifat ekspansif lempung.
Kehadiran lapisan lempung yang cukup tebal pada endapan Holosen di daerah Semarang dan tanah longsor diduga mempunyai keterkaitan. Sehingga pengetahuan mengenai karakteristik lempung bawah permukaan di Semarang diperlukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tanah longsor  yang terjadi di daerah tersebut.
Tujuan dalam penelitian difokuskan terhadap karakteristik lempung guna mengetahui mineralogi batuan lempung dan memperkirakan sifat ekspansif batuan tersebut sehingga diperoleh gambaran mengenai karakter lempung serta pengaruhnya terhadap tanah longsor di daerah Semarang.

B.     Metodelogi
Dataran Semarang tersusun oleh endapan Holosen yang dominan berupa perulangan lempung – lanau. Bencana amblesan tanah di daerah tersebut telah terjadi secara berkala dan diduga turut dipengaruhi oleh kondisi bawah permukaan salah satunya adalah dengan keberadaan lapisan lempung tebal di bawah permukaan (Sarah dkk., 2011). Karakteristik lempung terutama jenis montmorilonit yang mudah mengembang dan menyusut oleh pengaruh kandungan air (Grim, 1968; Millot, 1970; Velde, 1995; Moore dan Reynolds, 1997), diduga sebagai salah satu factor terjadinya tanah longsor selain factor utama yaitu hujan. Menurut Sarah (2011: komunikasi langsung) keberadaan lapisan lempung diindikasikan mempercepat proses konsolidasi terutama pada kondisi penurunan muka air tanah dan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya tanah longsor. Sehingga dengan mengetahui kelimpahan mineral lempung jenis tertentu pada batuan, dapat digunakan untuk menduga sifat ekspansif dari batuan tersebut dan lebih jauh mengetahui pengaruhnya terhadap tanah longsor yang berpotensi terjadi pada lokasi batuan tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data dari 3 lubang bor geologi teknik di paparan endapan Holosen Semarang yaitu Bandarharjo (BM-01), Madukoro (BM-03) dan Kaligawe (BM-04 dan BT-04) (Gambar 1). Pengujian dilakukan terhadap beberapa sampel batuan pada kedalaman 5 hingga 90 meter dan dilakukan analisa karakteristik lempung kaitannya dengan sifat mengembang lempung. Selanjutnya dilakukan uji analisa SEM-EDX. Kelompok mineral lempung sulit diidentifikasi melalui pengamatan mikroskopis, karena ukuran butir mineral yang sangat halus sehingga memerlukan analisis yang mengacu pada struktur kristal dan morfologi mineral tersebut. Untuk mengidentifikasi mineralogi karakteristik mineral lempung dalam batuan yang diteliti, digunakan 2 (dua) jenis analisis meliputi analisis XRD dan analisis SEM-EDX.
Metode analisis dengan difraksi sinar X (XRD) dapat digunakan untuk mengidentifikasi mineral lempung karena menekankan pada aspek stuktur kristal mineral dengan mengacu pada hukum Bragg dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis mineral selama mineral tersebut mempunyai bentuk kristal tertentu meskipun ukurannya sangat kecil. Beberapa penelitian sebelumnya (JCPDS, 1980; Moore dan Reynolds, 1997; Poppe et al., 2001; Harris dan White, 2008) telah mempelajari mengenai karakter difraksi sinar X pada mineral tunggal yang dapat memberikan panduan mengenai sifat dasar pola difraksi sinar X untuk masing-masing jenis mineral lempung. Analisis XRD semi kuantitatif dilakukan untuk mengetahui proporsi mineral lempung montmorilonit, illit dan kaolinit/klorit berguna untuk memperkirakan sifat ekspansif lempung yang terkandung dalam batuan. Identifikasi mineral lempung secara semi kuantitatif dilakukan berdasarkan peak area dengan mengacu pada Moore dan Reynolds (1997) dan Brown and Brindley (1980) dalam Deepthy dan Balakrishnan (2005), menggunakan perhitungan berikut :
% mineral lempung = 100×[I mineral lempung/ΣI keseluruhan mineral lempung dalam sampel]
Hasil analisis SEM berupa citra foto dengan perbesaran hingga ribuan kali sangat membantu dalam mengidentifikasi mineral-mineral yang berukuran sangat halus. Analisis tersebut mengacu pada mikro morfologi mineral sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi mineral lepung dan mendukung data yang diperoleh dari hasil XRD. Data EDX digunakan untuk mendukung hasil interpretasi SEM yaitu untuk membantu menduga kandungan mineral dalam batuan berdasarkan kandungan kimianya.

C.    HASIL
Mineralogi batuan diperoleh berdasarkan data hasil XRD dan SEM-EDX. Mineralogi batuan secara umum dapat diketahui dari hasil XRD yang dapat mengidentifikasi kehadiran mineral tertentu berdasarkan sifat fisik (kisi) struktur dalam mineral, yaitu secara kualitatif dengan membandingkan nilai pada kurva hasil analisa dengan nilai-nilai pada beberapa kurva mineral standar. Selain itu hasil XRD juga diolah secara semi kuantitatif, terutama untuk mengetahui rasio mineral lempung. Keakuratan hasil interpretasi mineral yang diperoleh melalui metode ini cukup rendah karena sangat dipengaruhi oleh peralatan dan kemampuan operator/interpreter. Data SEM digunakan untuk mengidentifikasi jenis mineral secara deskriptif berdasarkan kemiripan morfologi mineral dan dapat dikuatkan dengan data EDX yang dapat mengidentifikasi kandungan unsur-unsur utama pada obyek untuk lebih memastikan jenis mineral tersebut. Sampel batuan sebagian besar berupa batuan berukuran butir lempung, serta beberapa lanau dan pasir. Lempung umumnya berwarna abu-abu kehijauan – abu-abu, pada sampel batuan yang diambil dekat dengan permukaan bersifat lunak (soft), sedangkan sampel yang berada pada posisi lebih dalam rata-rata bersifat lunak – keras (firm – stiff), umumnya mempunyai plastisitas tinggi dan bersifat impermeabel. Batuan bersifat karbonatan ditunjukkan dengan kehadiran fragmen cangkang. Berdasarkan hasil XRD, batuan yang diteliti umumnya tersusun atas mineral lempung berupa montmorilonit, illit dan kaolinit/klorit, selain itu juga mengandung fraksi mineral non lempung berupa feldspar (anorthit dan sanidin), kalsit, kuarsa dan pirit. Hasil SEM umumnya menunjukkan struktur sarang lebah (webby) yang khas dimiliki oleh mineral montmorilonit. Mineral lempung lain yang dapat diidentifikasi yaitu kaolinit berbentuk pseudoheksagonal yang bertumpuk-tumpuk dan illit berbentuk filamen memanjang (hairy structure).
Gambar 1: Penampang vertikal mineralogi batuan hasil SEM-EDX dan XRD pada sampel batuan
Secara vertikal hasil SEM menunjukkan bahwa lempung yang berada didekat permukaan mempunyai permukaan batuan yang butirannya bersifat agak lepas dengan ukuran butir kurang seragam, bersifat porous – sangat porous. Pori yang terbentuk sebagian besar merupakan ruang antar butir dan antar agregat lempung. Sedangkan lempung yang berada pada lokasi yang lebih dalam umumnya menunjukkan permukaan batuan yang relatif segar dan kurang porous, ukuran butir terlihat relatif seragam, pori batuan berukuran halus (±20μm) berupa ruang antar butir dan antar agregat lempung tersebar tidak merata. Batuan terubah sebagian menjadi mineral lempung. Litologi lainnya yaitu berupa batulempung dan batupasir. Batulanau menunjukkan permukaan batuan yang relatif segar dan kurang porous, ukuran butir terlihat tidak seragam, pori batuan berukuran halus berupa ruang antar butir dan antar agregat lempung tersebar tidak merata, batuan terubah sebagian menjadi mineral lempung. Batupasir menunjukkan permukaan batuan yang butirannya bersifat agak lepas dan bersifat porous – sangat porous, ukuran butir klastika batuan relatif seragam dengan ukuran butir rata-rata 0,1mm. Pori yang terbentuk sebagian besar merupakan ruang antar butir dengan penyebaran yang merata. Batuan banyak mengandung fragmen feldspar berbentuk pecahan dan sebagian batuan terubah menjadi mineral lempung, permukaan klastika batuan sebagian tertutup oleh mineral lempung.
Sampel batuan dari lokasi BM 1 diambil dari 5 kedalaman yang berbeda berturut-turut 11,60 – 12,00 m; 22,60 – 23,00 m; 33,60 – 34,00 m; 58,60 – 59,00 m dan 62,40 – 62,80 m. Pada lokasi tersebut batuan tersusun oleh feldspar, kalsit, kuarsa dan mineral lempung. Kandungan kalsit cukup melimpah dalam bentuk fosil foraminifera dan nanofosil, selain itu juga sebagai fragmen batuan karbonat. Feldspar dalam batuan tersebut terdentifikasi berupa anorthit (Na-Ca Feldspar). Sebagian batuan telah terubah menjadi mineral lempung. Pada bagian dekat permukaan (kedalaman 11,60 – 12,00 m), mineral lempung dominan berupa kaolinit. Mineral lempung tersebut merupakan jenis mineral lempung yang umum dijumpai pada zona pelapukan, sehingga umumnya dominan pada lapisan teratas batuan yang mengalami proses pelapukan. Sedangkan pada lokasi yang lebih dalam mineral lempung rata-rata dominan berupa montmorilonit. Mineral lempung tersebut berasal dari ubahan dari Na-Ca feldspar yang keterdapatannya cukup melimpah dijumpai dalam batuan. Pirit dengan struktur framboid tampak terbentuk secara autigenik dalam batuan, berbentuk kubik berukuran halus dan mengisi rongga dalam batuan.
Sampel batuan dari lokasi BM 3 diambil dari 3 kedalaman yang berbeda berturut-turut 23,00 – 24,00 m; 41,00 – 42,00 m dan 56,00 – 57,00 m. Batuan pada lokasi tersebut tersusun oleh feldspar, kuarsa dan mineral lempung. Batuan pada lokasi tersebut mengandung feldspar berupa sanidin, mineral tersebut termasuk dalam kelompok kalium feldspar (K feldspar). Mineral lempung montmorilonit dijumpai pada ke 3 (tiga) sampel batuan tersebut. Mineral lempung kaolinit dominan pada sampel dari kedalaman 23,00 – 24,00 m dan 56,00 – 57,00 m. Selain dijumpai melimpah pada zona pelapukan, kaolinit juga dapat terbentuk sebagai mineral ubahan dari feldspar. Illit cukup melimpah pada kedalaman 41,00 – 42,00 m.
Sampel batuan dari lokasi BM 4 diambil dari 5 kedalaman yang berbeda berturut-turut 5,00 – 6,00 m; 22,00 – 23,00 m; 29,00 – 30,00 m; 37,00 – 38,00 m dan 84,00 – 85,00 m. Pada lokasi kuarsa dan mineral lempung. Jenis feldspar pada sampel batuan yang diambil pada lokasi ini berupa anorthit (Na-Ca Feldspar). Mineral lempung dominan berupa montmorilonit, kecuali pada kedalaman 29,00 – 30,00 m yang dominan berupa kaolinit.
Sampel batuan dari lokasi BT 4 diambil dari kedalaman 9,00 – 11,00 m. Komposisi mineral batuan antara lain kalsit, kuarsa, feldspar (anorthit). Batuan terubah sebagian menjadi mineral lempung berupa kaolinit dan illit.
Hasil EDX berupa kandungan oksida utama dalam %massa diolah untuk mengetahui rumus kimia empiris dari masing-masing objek EDX. Rumus kimia tersebut digunakan untuk lebih memastikan jenis kandungan mineral yang sebelumnya telah diidentifikasi lebih dahulu berdasarkan morfologi mineralnya. Secara umum sampel batuan dari lokasi lokasi BM 1 terindikasi mengandung mineral piroksen, kalsit, feldspar, K-feldspar, pirit, klorit, montmorilonit, illit dan kaolinit, sampel batuan dari BM 3 mengandung oksida logam, klorit, K-feldspar dan montmorilonit, sampel batuan dari BM 4 mengandung oksida logam, feldspar, klorit, kalsit, K-feldspar, kuarsa, illit, dan montmorilonit. kalsit serta sampel batuan dari BT 4 mengandung karbon (organik), feldspar, montmorilonit, illit.

D.    PEMBAHASAN
Kelimpahan mineral lempung dalam batuan dipengaruhi oleh jumlah fraksi batuan yang berukuran lempung dan komposisi mineral
batuan asal. Selain itu kelimpahan mineral lempung juga dipengaruhi oleh tingkat diagenesa batuan, sehingga biasanya mengalami peningkatan bersama dengan penambahan kedalaman. Mineral lempung jenis montmorilonit mempunyai karakter berupa struktur dalam yang mudah mengembang apabila terkena air sehingga sangat erat kaitanya dengan kemampuan kembang susut batuan sedangkan illit dan kaolinit mempunyai struktur kisi mineral yang relatif lebih stabil sehingga tidak mudah mengembang. Dengan demikian, kehadiran mineral lempung tersebut turut berpengaruh pada sifat keteknikan batuan.
Rasio kandungan mineral lempung montmorilonit terhadap illit dan kaolinit dapat digunakan untuk memprediksi sifat ekspansif/ mengembang mineral lempung dalam batuan. Rasio tersebut diperoleh dari hasil analisis data XRD secara semikuantitatif (Moore dan Reynolds, 1997), Brown dan Brindley, 1980 dalam Deepthy dan Balakrishnan , 2005). Hasil perhitungan rasio dikelompokkan menjadi 3 sebagai berikut: 1). sifat ekspansif rendah (rasio <1), 2). sifat ekspansif sedang (rasio 1 – 2), dan 3) sifat ekspansif tinggi (rasio >2). Berdasarkan pengelompokkan tersebut diperkirakan sifat mengembang mineral lempung yang cukup tinggi berpotensi terdapat pada lokasi BM 1 kedalaman 22,60 – 23,00 m dan 33,60 – 34,00 m, serta BM 4 kedalaman 22,00 – 23,00 m, 37,00 – 38,00 m dan 84,00 – 85,00 m. Sedangkan sampel batuan pada lokasi BM 3 dan BT 4 umumnya mempunyai rasio yang rendah (Gambar 7). Untuk mengaitkannya dengan sifat mengembang batuan secara umum, diperlukan perbandingan dengan data kelimpahan fraksi mineral lempung, porositas, hubungan antar butir batuan serta data-data hasil analisa pendukung lainnya.
Hasil korelasi dengan data lapangan menunjukkan bahwa lempung yang berada relatif didekat permukaan (BM 1: 11,60 – 12,00; BM 4: 5,00 – 6,00; BT 4: 9,00 – 11,00) umumnya berwarna abu-abu, bersifat sangat lunak, mempunyai plastisitas tinggi dan bersifat impermeabel. Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa ketiga sampel tersebut mempunyai sifat ekspansif rendah – sedang. Sebaliknya, beberapa sampel lempung yang diambil dari lokasi yang lebih dalam (BM 1: 33,60 – 34,00 dan 62,40 – 62,80; BM 4: 22,00 – 23,00 dan 37,00 – 38,00) menunjukkan sifat fisik di lapangan berwarna abu-abu – abu-abu kehijauan, mempunyai plastisitas tinggi dan bersifat impermeabel dan hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa sampel-sampel batuan tersebut diperkirakan mempunyai sifat ekspansif sedang – tinggi.
Gambar 7. Grafik sifat ekspansif mineral lempung berdasarkan hasil XRD semi kuantitatif.

E.     KESIMPULAN
Karakteristik lempung dari lokasi penelitian umumnya menunjukkan perbedaan sifat fisik antara lempung yang berada di dekat permukaan terhadap lempung yang diambil dari tempat yang lebih dalam. Lempung permukaan mempunyai sifat fisik yang umumnya bersifat lebih lunak (soft) namun dilihat dari aspek mineralogi lempungnya mempunyai rasio Mtm/Ill+Kao yang kecil atau dapat dikatakan sifat ekspansifitasnya relatif rendah. Sedangkan lempung dari tempat yang lebih dalam meskipun di lapangan menunjukkan sifat fisik yang lebih keras (firm – stiff), mempunyai rasio Mtm/Ill+Kao yang besar atau dapat dikatakan sifat ekspansifitasnya relatif tinggi. Berdasarkan mineraloginya diduga bahwa jenis batuan asal pada lokasi BM 3 berbeda dari 3 (tiga) lokasi lainnya (BM 1, BM 4 dan BT 4) dan menunjukkan karakteristik lempung dengan sifat ekspansif yang rendah. Lempung bawah permukaan di daerah Semarang menunjukkan sifat ekspansif yang rendah di bagian barat dengan kecenderungan peningkatan sifat ekspansif semakin ke arah timur. Keberadaan lapisan lempung tersebut diindikasikan mempercepat proses konsolidasi endapan Holosen di bagian timur dan utara Semarang yang memperbesar potensi terjadinya tanah longsor. Setelah mengetahui daerah yang rawan terjadi tanah longsor di Semarang, maka data tersebut akan digunakan untuk melakukan mitigasi bencana tanah longsor agar mengurangi korban dan kerugian akibat terjadinya tanah longsor, berikut ini adalah mitigasi bencana tanah longsor di daerah tersebut:
1.      Pemantauan
Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.
2.      Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota atau Masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah
3.      Pemeriksaan bencana longsor
Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.
Berikut ini beberapa pertanda terjadinya bencana tanah longsor:
a)      Reruntuhan batu(rock fall) dan tanah (debris) pada jalan.
b)      Retakan baru pada lereng, jalan, atau dinding penahan tanah.
c)      Material berupa tanah, batuan, pohon berjatuhan dari lereng.
d)     Air mengalir dari lereng atau saluran air konstruksi penahan tanah berubah warnanya dari bening menjadi coklat.
e)      Air terkonsentrasi dan alirannya memotong badan jalan atau menuju wilayah yang lebih rendah
f)       Konstruksi penahan tanah mulai rusak akibat erosi.
g)      Saluran air rusak akibat derasnya aliran air.
h)      Air di bagian puncak tidak tertampung lagi dan mengalir deras ke badan jalan ( banjir ).
i)        Rembesan air semakin banyak dan terjadi secara tiba-tiba pada lereng atau konstruksi             penahan tanah.

F.     DAFTAR PUSTAKA
1.      Yulianti, Anita, dkk., 2012. Pengaruh Lempung Ekspansif Terhadap Potensi Amblesan Tanah Di Daerah Semarang, Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 22 No. 2 (2012), 93-103.
2.      Budiono, K. dan Panggabean, H., 2008. Karakteristik Mineral Lempung pada Sedimen Resen Permukaan Dasar Laut di Perairan Kota Semarang, Jurnal Sumber Daya Geologi Vol.18 no4. Agustus 2008. p. 231-238.
3.      K.T. Chau*, Y.L. Sze, M.K. Fung, W.Y. Wong, E.L. Fong, L.C.P. Chan. 2002. Landslide Hazard Analysis For Hongkong using Landslide Inventory And Gis. Jurnal : Computers & Geosciences 30 (2004) 429–443.
4.      Kompas.com. 2014. Tanah Longsor di Semarang, Puluhan Rumah Ambruk. Tersedia: http://regional.kompas.com/read/2014/01/23/1928289/Tanah.Longsor.di.Semarang.Puluhan.Rumah.Ambruk(Diakses 11 Mei 2014, Pukul 11.02).
5.      Atjeh, Ranup. 2013. Makalah Tanah Longsor. Tersedia : http://ranupatjeh7.blogspot.com/2013/03/makalah-tanah-longsor.html(Diakses 11 Mei 2014, Pukul 11.03).
6.      Author. 2014. Pedoman Penanggulangan Tanah Longsor. Tersedia : http://piba.tdmrc.org/content/pedoman-penanggulangan-tanah-longsor(Diakses 13 Mei 2014, Pukul 21.37).

7.      Raundati, Shanty. 2012. Desiminasi Mitigasi Bencana Tanah Longsor. Tersedia : http://shanty28danevi09.blogspot.com/2012/11/definisi-longsor.html. (Diakses 13 Mei 2014, Pukul 21.46)

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar