Home » Archives for Agustus 2014
Download Ebook Tambang - Pengantar Perencanaan Tambang
Diposting oleh Selamat datang di blog on Minggu, 31 Agustus 2014
More about → Download Ebook Tambang - Pengantar Perencanaan Tambang
Download Ebook Tambang - Metode-Metode dalam Analisis Kestabilan Lereng
Diposting oleh Selamat datang di blog
Silahkan download ebook tambang yang membahas Metode-Metode dalam Analisis Kestabilan Lereng , pada link dibawah ini :
Label:
Ebook Tambang,
Pertambangan
Download Ebook Tambang - Kestabilan Tambang Bawah Tanah
Diposting oleh Selamat datang di blog on Jumat, 29 Agustus 2014
Silahkan download ebook tambang tentang Kestabilan tambang bawah tanah pada link dibawah ini :
- Download : Kestabilan Tambang Bawah Tanah
- Download : Password File Kestabilan Tambang Bawah Tanah
Label:
Ebook Tambang,
Pertambangan
Download Ebook Tambang - Handbook Of Coal Analysis
Diposting oleh Selamat datang di blog
Silahkan download ebook tambang yang berjudul Hanbook Of Coal Analysis pada link dibawah ini :
- Download : Ebook Tambang - Hanbook Of Coal analysis
- Download : Password File - Handbook Of Coal Analysis
Label:
Ebook Tambang,
Pertambangan
Download Ebook Tambang - Mekanika Batuan
Diposting oleh Selamat datang di blog
Silahkan download ebook taambang yang membahas tentang Mekanika Batuan , pada link dibawah ini :
- Download : Ebook Tambang - Mekanika Batuan
- Download : Password File Ebook Tambang Mekanika Batuan
Label:
Ebook Tambang,
Pertambangan
Download Materi Belajar - Geologi Struktur
Diposting oleh Selamat datang di blog on Rabu, 27 Agustus 2014
Silahkan download materi belajar tambang tentang Geologi Struktur pada link di bawah ini :
DOWNLOAD :
Label:
Materi Belajar,
Pertambangan
Download Materi Belajar - Geoteknik Tambang
Diposting oleh Selamat datang di blog
Silahkan download materi belajar Geoteknik tambang pada link dibawah ini :
- Download : Materi Belajar - Geoteknik Tambang
- Download : Password File Materi Belajar - Geoteknik Tambang
Label:
Materi Belajar,
Pertambangan
Download Materi Kuliah - Drainase Tambang
Diposting oleh Selamat datang di blog on Senin, 25 Agustus 2014
Silahkan download Materi Kuliah untuk berlajar Drainase Tambang pada link dibawah ini dan pastikan juga mendownload file passwordnya.
Link Download :
Materi Kuliah - Drainase Tambang
Password File - Drainase Tambang
Label:
Materi Kuliah,
Pertambangan
Download Ebook Tambang - Kamus Teknik Lengkap
Diposting oleh Selamat datang di blog
Silahkan download Ebook Tambang yang berisi tentang Kamus Teknik Lengkap , dengan mengklik link dibawah ini dan pastikan juga untuk mendownload file passwordnya.
Link Download :
Ebook Tambang - Kamus Teknik Lengkap
Password File - Kamus Teknik Lengkap
Label:
Ebook Tambang,
Pertambangan
Download Ebook Tambang - General Dictionary Of Geology
Diposting oleh Selamat datang di blog on Sabtu, 23 Agustus 2014
Silahkan download ebook tambang yang berjudul General Dictionary Of Geology sebagai bahan bacaan kamu dan referensi kamu di link dibawah ini :
Download :
- Ebook Tambang General Dictionary Of Geology
Label:
Ebook Tambang,
Pertambangan
Download Ebook Tambang - Ilmu Ukur Tanah
Diposting oleh Selamat datang di blog
Silahkan kamu download Ebook Tambang yang membahas tentang ilmu ukur tanah , bisa kamu jadikan bahan belajar dan sumber referensi kamu, download ebook nya di link dibawah ini :
Download :
- Ebook Tambang - Ilmu Ukur Tanah
Label:
Ebook Tambang,
Pertambangan
Kupas Tuntas Lapindo Brantas (3)
Diposting oleh Selamat datang di blog on Jumat, 22 Agustus 2014
Identifikasi menurunan permukaan tanah dengan mengunakan metode Geolistrik konfigurasi Wenner
Jika kita bebicara tentang penurunan permukaan tanah maka akan erat kaitannya dengan proses geologi yang dinamakan deformasi batuan. Deformasi adalah proses perubahan pada tubuh batuan akibat gaya yang bekerja padanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan posisi, bentuk, dan volume. Batuan sedimen dianggap terkena deformasi apabila berada dalam kedudukan yang tidak horizontal (miring/tegak). Kedudukan batuan yang miring dinyatakan dalam notasi strike dan dip.
Deformasi disebabkan oleh gaya atau tekanan yang bekerja pada materi tersebut. Adapun faktor-faktor yang mengontrol terjadinya deformasi suatu materi adalah :
1. Temperatur dan tekanan ke semua arah; pada temperatur dan tekanan yang rendah akan lebih cepat terjadi patahan, pada temperatur dan tekanan yang tinggi akan terjadi lenturan atau bahkan lelehan.
2. Kecepatan gerakan yang disebabkan oleh gaya yang diberikan; gerakan yang cepat dapat menyebabkan patahan, sedangkan gerakan yang lambat dapat menimbulkan lenturan, tergantung dari bahan yang bersangkutan dan dari keadaan-keadaan lain.
3. Sifat material, yang bisa lebih rapuh atau lebih lentur.
Tekanan (Stess) merupakan gaya yang diberikan atau dikenakan pada suatu medan atau area. Tekanan terbagi menjadi tekanan seragam (uniform stress) yaitu gaya yang bekerja pada suatu materi sama atau seragam di semua arah, dan tekanan diferensial atau tekanan dengan gaya yang bekerja tidak sama di setiap arah. Tekanan diferensial terbagi menjadi tensional stress, compressional stress, dan shear stress.
3 (tiga) jenis stress:
- Compression: dihasilkan akibat gaya eksternal yang saling berhadapan dan keduanya saling menekan batuan. Batuan akan mengalami pemendekan (shortening).
- Tension: dihasilkan akibat gaya eksternal yang saling berhadapan dan keduanya saling menjauhi batuan. Batuan akan mengalami pemanjangan.
- Shear: dihasilkan akibat gaya eksternal yang bekerja saling sejajar namun berlawanan arah. Batuan akan mengalami pergeseran antar perlapisan.
Gambar 12. Macam-macam jenis stress
Salah satu dari produk deformasi adalah Sesar (Patahan/ Fault) adalah retakan pada batuan yang melaluinya telah terjadi sejumlah gerakan. Sesar dibagi menjadi tiga macam :
1. Sesar normal
Hanging wall relatif turun terhadap foot wall, bidang sesarnya mempunyai kemiringan yang besar. Sesar ini biasanya disebut juga sesar turun
2. Sesar mendatar
Pergerakan dari sesar ini horizontal. Sesar mendatar ditentukan dengan menghadap bidang sesar, bila bidang didepan bergerak kekiri seperti diagram disebut mendatar sinistal, dan sebaliknya sesar mendatar dekstral.
3. Sesar oblique
Pergerakan dari sesar ini gabungan antara horizontal dan vertikal. Gaya-gaya yang bekerja menyebabkan sesar mendatar dan sesar normal.
4. Sesar translasi
Sesar ini mengalami pergeseran sepanjang garis lurus. Biasanya Hanging wall relatif naik terhadap foot wall, dengan kemiringan bidang sesar besar. Sesar ini biasanya disebut juga sesar naik. Umumnya sesar normal dan sesar naik pergerakannya hanya vertikal, jadi sering disebut sebagai sesar dip-slip.
5. Sesar gunting
Pergerakan dari sesar ini juga sama dengan sesar oblique yaitu horizontal dan vertikal. Sesar yang pergeserannya berhenti pada titik tertentu sepanjang jurus sesar. Gaya yang bekerja sama dengan sesar normal.
Gambar 13. Macam-macam sesar
Pada pembahasan kali ini akan dijelaskan identifikasi patahan di daerah Porong dengan menggunakan Geolistrik konfigurasi Wenner, dimana patahan tersebutlah yang menyebabkan penurunan permukaan tanah. Pada identifikasi kali ini digunakan data-data survei Geolistrik dari Geofisika ITS, penulis hanya menambahi keterangan tenatang deformasi batuan dan penjelasan mengenai metode Geolistrik saja, sementara selebihnya berupa data-data dan gambar dari dasil pengukuran dan interpreatsi Geofisika ITS.
Geolistrik adalah salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana mendeteksinya. Pendeteksian meliputi pengukuran medan potensial, arus, dan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat penginjeksian arus ke dalam bumi.
Menurut Hendrajaya dan Idam (1990), metode geolistrik resistivitas merupakan metode geolistrik yang mempelajari sifat resistivitas (tahanan jenis) listrik dari lapisan batuan di dalam bumi. Pada metode ini arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus dan dilakukan pengukuran beda potensial melalui dua buah elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial listrik akan dapat dihitung variasi harga resistivitas pada lapisan permukaan bumi di bawah titik ukur (Sounding point). Pada metode geolistrik dikenal banyak konfigurasi elektroda, diantaranya yang sering digunakan adalah : konfigurasi Wenner, konfigurasi Schlumberger, konfigurasi Dipol-dipol dan lain-lain.
Metode geolistrik resistivitas didasarkan pada anggapan bahwa bumi mempunyai sifat homogen isotropis. Pada kenyataannya bumi terdiri dari lapisan-lapisan bebatuan dengan nilai resistivitas yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur dipengaruhi oleh lapisan-lapisan tersebut dan menyebabkan nilai tahanan jenis yang terukur tergantung pada jarak elektroda. Nilai tahanan jenis yang terukur bukanlah tahanan jenis yang sebenarnya melainkan tahanan jenis semu (ρa).
Nilai tahanan jenis dari bahan atau material berbanding terbalik dengan daya hantar listrik (conductivity).
dimana ;
R = tahanan (resistance) dalam ohm
△V = beda potensial listrik dalam volt
I = arus listrik yang mengalir dalam ampere.
Konfigurasi Wenner
Metode ini diperkenalkan oleh Wenner (1915). Konfigurasi Wenner merupakan salah satu konfigurasi yang sering digunakan dalam eksplorasi geolistrik dengan susunan jarak spasi sama panjang (r1 = r4 = a dan r2 = r3 = 2a). Jarak antara elektroda arus (C1 dan C2) adalah tiga kali jarak elektroda potensial, jarak potensial dengan titik souding-nya adalah a / 2, maka jarak masing-masing elektroda arus dengan titik sounding-nya adalah 3a / 2 .
Gambar 14. Susunan Elektroda Konfigurasi Wenner
Target kedalaman yang mampu dicapai pada metode ini adalah a / 2. Pada konfigurasi Wenner jarak antara elektroda arus dan elektroda potensial adalah sama (AM = NB = a dan jarak AN = MB = 2a) seperti yang terlihat pada Gambar 13.
Suyarto, dkk. (2003), menjelaskan bahwa pengukuran resistivitas secara umum dilakukan dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi dengan menggunakan dua elektroda arus (C1 dan C2), dan pengukuran beda potensial dengan menggunakan dua elektroda tegangan (P1 dan P2). Dari data harga arus (I) dan beda potensial (V), dapat dihitung nilai resistivitas semu (ρa) seperti pada persamaan 2.2.
k adalah faktor geometri yang bergantung pada penempatan elektroda di permukaan yang besarnya :
dengan AM = MN = NB = a
Sehingga faktor geometri untuk konfigurasi Wenner adalah:
dengan R adalah besar nilai hambatan yang terukur.
Penelitian ini diakukan di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pada penelitian ini menggunkan 3 lintasan dan berikut ini adalah kordinat masing-masing lintasan tersebut:
LINTASAN 1 112°43’03,2” BT dan 07°31’53,6” LS, Arah E 98° S
LINTASAN 2 112°43’10,2” BT dan 07°31’53,5” LS, Arah N 5° E
LINTASAN 3 112°43’39,3” BT dan 07°31’52,2” LS, Arah E 90° S
Gambar 15. Peta Lokasi Lintasan Penelitian
Desain setiap lintasan pada survei Geolistrik
Gambar 16. Desain Susunan Elektroda
Alat-alat yang digunakan dalam peelitian ini adalah:
A. 1 buah Resistivitymeter Campus Tigre
B. 2 elektroda arus dan 2 elektroda potensial
C. 4 buah palu geologi
D. 2 rol meteran
E. 1 buah kompas
F. 1 buah GPS
G. 1 buah kamera digital
H. 5 buah HT
Gambar 17. Alat-alat untuk survey Geolistrik
Data-data yang sudah terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan software Res2dinv, yaitu software yang khusus digunakan untuk mengolah data hasil survei Geolistrik, software tersebut akan menggambarkan lapisan batuan melalui perbedaan warna dari perbedaan resistivitas setiap batuan.
Gambar 18. Tampilan Program Res2dinv
Gambar 19. Data yang diolah dengan Res2dinv
Berikut ini adalah hasil olahan data geolistrik dengan software Res2dinv dalam bentuk 2 dimensi
Gambar 20. Penampang 2-D Setiap Lintasan
Dari gambar tersebut dapat diketahui patahan-patahan terjadi pada lintasan 1 dan 2.
Posisi Patahan lintasan 1
Titik 43 m = 112°43’04,7” BT dan 07°31’53,8” LS
Titik 57 m = 112°43’04,8” BT dan 07°31’53,9” LS
Titik 77 m = 112°43’05,7” BT dan 07°31’54” LS
Titik 98 m =112°43’06,7” BT dan 07°31’54” LS
Titik 110 m =112°43’06,8” BT dan 07°31’54,1” LS
Titik 125 m =112°43’04,2” BT dan 07°31’54,2” LS
Titik 136 m =112°43’07,6” BT dan 07°31’54,2” LS
Arahnya N 50° E
Posisi Patahan Lintasan 2
Titik 50 m = 112°43’04,7” BT dan 07°31’53,8” LS
Titik 100 m = 112°43’05,7” BT dan 07°31’54” LS
Arahnya N 50° E
Gambar 21. Analisa patahan pada lintasan 1 dan 2
KESIMPULAN
1. Bidang patahan/retakan untuk lintasan 1 berada pada titik 43 m; 57 m; 77 m, 98 m; 110 m; 125 m; 136 m.
2. Bidang patahan/retakan untuk lintasan 2 berada pada titik 50 m; 100 m.
3. Adanya amblesan akibat perubahan porositas di bawah permukaan karena keluarnya massa batuan di sekitar sumur eksplorasi BJP-1 telah menyebabkan patahan dangkal/retakan di desa Renokenongo dan semakin mendekati tanggul maka patahan/retakan semakin banyak.
SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian dengan metode geofisika lainnya sehingga dapat dilakukan perbandingan untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.
2. Perlu dilakukan penelitian yang berkelanjutan yaitu dengan penambahan titik ukur yang berasosiasi dengan penambahan target kedalaman sehingga dapat diperoleh gambaran bawah permukaan lebih luas.
3. Pengukuran patahan di daerah sekitar lumpur panas Sidoarjo sebaiknya dilakukan secara periodik. Hal ini dilakukan guna mengetahui pola dan tingkat penyebaran patahan di daerah tersebut.
Diakhir pembahasan ini penulis akan menukil sedikit perkataan Ibnu Qoyyim,
“Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusanNya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan ini pun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran ini.”
Daftar Pustaka:
1. Telford, W. M., Geldart, L. P., Sherif, R.E dan Keys, D. D. 1988. Applied Geophysics First Edition. Cambridge University Press. Cambridge.New York
2. Akbar. Ali Azhar. 2007. Konspirasi di Balik Lumpur Lapindo, Dari Aktor Hingga Strategi Kotor. Galangpress. Yogyakarta.
3. Davies, R.J., Swarbrick, R.E., Evans, R.J., and Huuse, M., 2007. Birth of a Mud Volcano: East Java, 29 Mey 2006. GSA: vol. 17 no. 2, doi: 10.1130/GSATO1702A.1.
4. Novenanto, Anton. 2012. The Lapindo Case by Mainsteam Media. Universitas Brawijaya. Malang
5. Setiawati, Elis. 2009. Kasus Lumpur Lapindo dalam Berita Media Online (Analisis Berita Kasus Lumpur Lapindo di Detik.com). Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
6. Satrio, dkk. 2012. Studi Asal-Usul lapindo Periode 2007-2012 Menggunakan Isotop Alam. Batan. Yogyakarta.
7. Anonim, Analisis Patahan disekita Tanggul Lumpur Lapindo dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner. ITS. Surabaya.
9. Anonim. 2014. Geophysics Field Camp 20014 Handbook. Geofisika UGM. Yogyakarta.
8. Kompas Daily (2006) Lumpur Merusak Areal Sawah. Kompas Daily [accessed May 24, 2009] http://www2.kompas.com/kompas -cetak/0606/01/jatim/53407.htm.
10. http://rovicky.wordpress.com/2006/08/2 5/seputar lumpur sidoarjo, dampak eksplorasi dan lainnya, (2012).
11. http://www.crisp.nus.edu.sg/coverages/ mudflow/index_IK_p42.html foto udara daerah Porong, 2012.
4. Novenanto, Anton. 2012. The Lapindo Case by Mainsteam Media. Universitas Brawijaya. Malang
5. Setiawati, Elis. 2009. Kasus Lumpur Lapindo dalam Berita Media Online (Analisis Berita Kasus Lumpur Lapindo di Detik.com). Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
6. Satrio, dkk. 2012. Studi Asal-Usul lapindo Periode 2007-2012 Menggunakan Isotop Alam. Batan. Yogyakarta.
7. Anonim, Analisis Patahan disekita Tanggul Lumpur Lapindo dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner. ITS. Surabaya.
9. Anonim. 2014. Geophysics Field Camp 20014 Handbook. Geofisika UGM. Yogyakarta.
8. Kompas Daily (2006) Lumpur Merusak Areal Sawah. Kompas Daily [accessed May 24, 2009] http://www2.kompas.com/kompas -cetak/0606/01/jatim/53407.htm.
10. http://rovicky.wordpress.com/2006/08/2 5/seputar lumpur sidoarjo, dampak eksplorasi dan lainnya, (2012).
11. http://www.crisp.nus.edu.sg/coverages/ mudflow/index_IK_p42.html foto udara daerah Porong, 2012.
12. http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo
13. http://noenkcahyana.blogspot.com/2010/10/di-bawah-sidoarjo-terdapat-gunung.html
14. http://geologi278.blogspot.com/2013/08/fenomena-semburan-lumpur-panas-di.html
Artikel Terkait : Kupas Tuntas Lapindo Brantas (1) Kupas Tuntas Lapindo Brantas (2)
Artikel Terkait : Kupas Tuntas Lapindo Brantas (1) Kupas Tuntas Lapindo Brantas (2)
4.
Label:
Geofisika,
Geologi,
Geoscience
Kupas Tuntas Lapindo Brantas (2)
Diposting oleh Selamat datang di blog
Penyebab Semburan Lumpur Sumber 1 (Blog Geolog)
Pada artikelnya, Davies (2007) langsung mengkategorikan fenomena ini sebagai gunung lumpur (Mud Vulcano), Gunung lumpur yang terdapat di Jawa bagian timur pada umumnya terbentuk pada cekungan yang terisi oleh endapan batuan sedimen laut yang cukup tebal, mengandung minyak dan gas bumi. Kemunculan lumpur dalam proses pembentukan gunung di wilayah ini, pada umumnya diakibatkan oleh adanya struktur geologi, seperti lipatan dan sesar serta energi yang mendorongnya sehingga lumpur tersebut dapat mencapai permukaan. Gas bumi bertekanan tinggi yang berada di puncak antiklin dan adanya sesar sebagai zona lemah merupakan faktor penyebab migrasinya fluida atau gas ke permukaan.
Gambar 5. Transisi Gunung Lumpur (Mud Vulcano)
Pada kasus Lapindo semburan gunung Lumpur (Mud Vulcano) dipicu oleh aktivitas pengeboran yang menggunakan tekanan besar pada lapisan limestone. Gunung lumpur bukanlah kejadian baru di Jawa Timur, setidaknya ada dua gunung lumpur aktif: di Sangiran, Purwodadi (Davies, 2007; Mazzini 2007) dan Kalang Anyar (Davies , 2008). Mazzini (2007) memandang hipotesa Davies (2007), tentang semburan yang dipicu oleh aktivitas pengeboran, sebagai inconclusive. Kemudian, Mazzini mengangkat hipotesa semburan dipicu gempa bumi. Bantahan Mazzini itu dibantah kembali oleh Davies (2008) dengan menghadirkan kronologis pengeboran di sumur Banjar Panji -1.
Dalam kronologis itu dapat diketahui bahwa setelah mata bor mencapai kedalaman 1.091 meter Lapindo melanjutkan pengeboran tanpa menggunakan selubung pelindung ( casing) apapun. Pada 27 Mei, selang 10 menit setelah gempa mengguncang Yogyakarta -Jawa tengah pukul 06:02 WIB terjadi loss, masuknya lumpur ke dalam lubang pengeboran. Lapindo meneruskan pengeboran selama 6 jam sampai mencapai kedalaman 2.834 meter. Lapindo memutuskan untuk menghentikan pengeboran dan menarik mata bor ke permukaan tanah.
Ketika bor sudah keluar semua, lumpur mulai mengalir dari lubang. Lapindo berusaha menutup lubang dengan semen dan berhasil. Lumpur tidak lagi keluar dari lubang pengeboran itu. Esok harinya, 28 Mei, terjadi kick, cairan yang mengaliri seluruh lubang bor menendang lapisan tanah di seputar lubang pengeboran yang ternyata tidak cukup kuat menahan tekanan dari cairan itu. Akibatnya, lapisan tanah di sekeliling lubang pengeboran retak, dan cairan itu keluar dari retakan-retakan itu. Kejadian ini disebut sebagai blow out. Davies et al. (2008) menolak argumentasi gempa bumi sebagai penyebab semburan karena “ there were other earthquakes, which were larger, closer and generated stroner shaking, did not intitate an eruption (635).” Singkatnya, kondisi geologis di Sidoarjo dan sekitarnya potensial untuk terjadinya gunung lumpur mengingat ada beberapa gunung lumpur aktif saat ini, yang dibutuhkan adalah pemicunya.
Gambar 6. Semburan Lumpu Lapindo Menenggelamkan Perumahan Warga
Penyebab Semburan Lumpur Sumber 2 (Wikipedia)
Pada awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan dipasang selubung bor (casing ) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam formasi) dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung.
Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang tepat di kedalaman batas antara formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung (8500 kaki).
Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis (rancangan) pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona pemboran mereka di zona Rembang dengan target pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing setelah menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat di atasi dengan pompa lumpurnya Lapindo (Medici).
Setelah kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong). Akibatnya lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Gambar 7. Peta Gunung Lumpur di Jawa Timur
Akibat dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong. Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami tadi & berhasil. Inilah mengapa surface blowout terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri.
Gambar 8. Blowout di Sekitar Sumur
Dalam AAPG 2008 International Conference & Exhibition dilaksanakan di Cape Town International Conference Center, Afrika Selatan, tanggal 26-29 Oktober 2008, merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh American Association of Petroleum Geologists (AAPG) dihadiri oleh ahli geologi seluruh dunia, menghasilan pendapat ahli: 3 (tiga) ahli dari Indonesia mendukung GEMPA YOGYA sebagai penyebab, 42 (empat puluh dua) suara ahli menyatakan PEMBORAN sebagai penyebab, 13 (tiga belas) suara ahli menyatakan KOMBINASI Gempa dan Pemboran sebagai penyebab, dan 16 (enam belas suara) ahli menyatakan belum bisa mengambil opini. Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 juga menemukan kesalahan-kesalahan teknis dalam proses pemboran.
Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemungkinan terbesar penyebab semburan lumpur Sidoarjo (Lusi) adalah akibat pengeboran, karena kelelaian dalam proses pengeboran yaitu tidak memasang casing sehingga terjadi blow out (keluarnya semburan lumpur dari titik pengeboran), ditambah lagi hasil konferensi AAPG 2008, yang sebagian besar ahli geologi berpendapat bahwa semburan lumpur lapindo disebabkan dari kesalahan pengeboran yang tidak sesuai SOP, selain itu dari hasil investigasi Departemen Energi dan BP Migas (Sekarang SKK Migas) tanggal 16 Juni 2006 menyetakan bahwa semburan lumpur panas tersebut akibat kesalahan pengeboran bukan akibat gempa Yogyakarta yang terjadi 2 hari sebelum semburan lumpur.
Video 1. Animasi Penutup (Casing) Sumur pada Pengeboran Minyak dan Gas
Dampak Lumpur Lapindo
Semburan awal di tengah sawah mencapai ketinggian 40 -50 meter dari permukaan tanah. Setiap harinya, sekitar 7.000 – 150.000 meter kubik lumpur panas bersuhu 90 derajat celcius meluber ke permu kaan bumi. Untuk tujuan tidak mengakibatkan kepanikan masyarakat, terjadilah negosiasi internal perusahaan yang memutuskan untuk mempublikasikan angka 25.000 meter kubik per hari kepada media (Kompas 3/06/2006). Masih menurut Kompas (19/06/2006), dalam waktu 21 hari saja lumpur sudah menutup sekitar 90 hektar kawasan persawahan, tambak dan perumahan. Dalam waktu satu bulan, luberan lumpur menutupi lebih kurang 200 hektar lahan (Kompas 17/07/2007). Sementara itu, Normile (2006) mencatat bahwa sampai Septembe r 2006, lumpur telah meluberi 240 hektar lahan; membanjiri desa -desa, pabrik-pabrik, tambak udang dan sawah. Tiap hari semakin banyak bangunan (pabrik, sekolah, masjid, toko dan kantor pemerintahan) harus ditinggalkan karena banyaknya volume lumpur yang terus keluar dari perut bumi. Sepuluh pabrik terpaksa menghentikan aktivitasnya (Kompas 19/6/2006), akibatnya lebih dari 1.873 buruh kehilangan pekerjaannya (Santoso, 2007). Ratusan hektar sawah menjadi tidak produktif, bukan hanya karena terendam lumpur tapi juga menutup saluran irigasi bagi sawah yang tak terendam lumpur. Lumpur juga menyerang tambak -tambak. Dalam observasi peneliti di muara Sungai Porong, sedimentasi lumpur telah membentuk sebuah pulau kecil. Pada keadaan pasang di malam hari, “pulau” kecil itu menghalangi air pasang dari Selat Madura sehingga air laut masuk ke tambak -tambak yang dekat dengan bibir pantai. Akibatnya, ikan-ikan berenang ke laut dan hilang (Wawancara Irysad, petani tambak).
Gambar 9. Citra Satelit Lapindo
Dalam wawancaranya di ANTV (05/04/2009), Bakrie mengatakan bahwa Lapindo hanyalah perusahaan kecil dibandingkan seluruh unit usahanya, tapi telah menyebabkan masalah besar baginya karena Lapindo harus membayar lebih dari 3,8 trilliun rupiah (sekitar 421 juta US Dollar).
Laporan BPK RI (2007) menyebutkan sampai Februari 2007 sudah 470 hektar area (229,7 hektar diantaranya sawah padi dan 64,015 hektar adalah sawah tebu) yang terendam lumpur, sementara itu 499,84 hektar lahan terkena dampak rembesan lumpur. Pemerintah dan Lapindo sudah berusaha membangun kolam penampungan lumpur seluas 251,9 hektar (laporan BPK RI, 2007). Masih menurut laporan BPK RI, jumlah pengungsi per 19 Januari 2007 mencapai 14.768 jiwa yang tergabung dalam 4.125 KK. Berdasarkan tanggal pantauan, berarti jumlah itu baru pengungsi dari empat desa yang masuk dalam Peraturan Presiden 14/2007 (Jatirejo, Kedungbendo, Renokenongo dan Siring), dan belum termasuk pengungsi baru dari tiga desa tambahan (Besuki, Pejarakan dan Kedung Cangkring) menurut Perpres 48/2008).
Gambar 10. Semburan Lumpur yang Sampai Sekarang Masih Aktif
Gambar 11. Akibat Penurunan Permukaan Tanah Sehingga Banyak Bangunan yang Rusak
Artikel Terkait : Kupas tuntas Lapindo Brantas (1)
Label:
Geofisika,
Geologi,
Geoscience
Kupas Tuntas Lapindo Brantas (1)
Diposting oleh Selamat datang di blog
Lumpur lapindo atau sering juga disebut lumpur Sidoarjo (LUSI) merupakan semburan lumpur yang tak kunjung berhenti sejak 29 Mei 2006, peristiwa ini terjadi pada lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, akibat dari semburan lumpur ini telah menenggelamkan sebanyak 16 desa, hal ini berarti lebih dari 728 hektar telah tergenangi. Dalam area yang tergenangi ini tidak hanya terdapat rumah penduduk saja, namun ada sarana pendidikan, pabrik, dan kantor pemerintahan yang juga ikut tergenang. Dengan keadaan ini secara otomatis akan banyak penduduk yang bukan hanya kehilangan tempat tinggalnya namun juga kehilangan mata pencahariannya dan akan ada banyak anak yang kehilangan tempat mereka untuk menuntut ilmu. Bencana lumpur lapindo juga telah mencemari lingkungi sekitar dari wilayah yang digenangi, seperti areal persawahan dan ladang milik warga. Banyak ternak milik warga yang ikut mati dalam bencana ini.
Gambar 2. Peta Lokasi Desa yang tergenam Lumpur Panas
Gambar 3.Citra Satelit Lokasi Lumpur Sidoarjo
Munculnya Lapindo Brantas Inc
Lahirnya UU baru yaitu UU MIGAS pada tahun 2001 membuka kesempatan bagi sektor swasta baik domestik maupun internasional untuk beroperasi di Indonesia, tanpa ada intervensi apapun dari pemerintah , dari sinilah awal mula masuknya keluarga Bakrie dalam bisnis migas. Jawa Timur sendiri memiliki cukup banyak titik eksplorasi migas yang dikelola oleh berbagai perusahaan domestik maupun asing seperti Exxon Mobil Oil (Blok Cepu), Energi Mega Persada (Blok Brantas), Meta Epsi Drilling Company (kelompok Arifin Panigoro), Santos (Australia), untuk wilayah laut jawa atau Offshore terdapat Hess Indonesia. Ltd dan Petronas (Malaysia). Dari banyaknya WKP (Wilayah Kerja Pertambangan) sehingga Jawa timur termasuk penghasil Migas terbesar di Indonesia setelah Kalimantan Timur dan Riau.
Blok Brantas, yang melingkupi wilayah Sidoarjo, Mojokerto danPasuruan, merupakan salah satu lokasi eksplorasi migas. Pada awal 1990an, PT Huffco Brantas, perusahaan Amerika, memiliki kontrak perjanjian karya di blok Brantas. Pada pertengahan 1990an, Huffco menjual kontrak itu ke Lapindo Brantas Incorporated. Di tahun 2004, Energi Mega Persada (EMP) dan Novus Brantas ( British Petroleum) mengambil alih Lapindo. Pada tahun 2005, Novus Brantas menjual sahamnya ke Meta Epsi Drilling Company (Medco) dan Santos. Jadi komposisi kepemilikan Lapindo Brantas Inc. ketika lumpur mulai menyembur adalah: EMP (50 persen), Medco (32 persen) dan Santos (12 persen). EMP merupakan salah satu anak perusahaan Bakrie & Brothers, menjelaskan keterlibatan Bakrie dalam eksplorasi migas di Sidoarjo.
Bagan.1. Susunan Perusahan-Perusahaan di PT. Energi Mega Persada. Tbk
Fisiografi Daerah Sidoarjo
Daerah Sidoarjo secara fisiografi termasuk dalam Zona Kendeng yang diapit oleh Zona Rembang di bagian utara dan zona Solo di bagian selatan (Bemmelen, 1949). Di wilayah ini tersingkap Formasi Kabuh, Formasi Jombang, dan Aluvium. Santosa dan Suwarti (1992) telah memetakkan geologi Lembar Malang dan daerah Sidoarjo termasuk di bagian utaranya yang secara umum tersusun oleh batuan sedimen klastika, epiklastik, piroklastik, dan aluvium, berumur dari Plistosen Awal hingga Resen.
Di sebelah utara wilayah Sidoarjo terdapat antiklin dengan sumbu berarah timur–barat yang menghunjam ke arah timur (Selat Madura). Antiklin ini menempati bagian timur dari Zona Kendeng tersebut. Di daerah Porong dan sekitarnya tempat semburan LUSI terjadi merupakan daerah dataran yang ditutupi oleh endapan aluvial Delta Brantas setebal ±100 m lebih. Endapan aluvial ini ke arah selatan langsung kontak dengan batuan vulkanik Gunung Penanggungan, salah satu kerucut tua dari Kompleks Gunung Api Arjuno – Welirang.
Stratigrafi Daerah Sidoarjo
Stratigrafi batuan yang terdapat di daerah Sidoarjo dan sekitarnya dapat dicerminkan oleh stratigrafi sumur eksplorasi minyak dan gas bumi Banjar panji-1 dan Porong, Sidoarjo. Endapan batuan di wilayah ini diawali dengan terbentuknya batugamping pada zaman Pliosen, kemudian ditutupi secara tidak selaras oleh endapan batupasir vulkanik Pliosen atas, batulempung berwarna kebiru-biruan, selang-seling batupasir dan serpih berumur Plistosen Bawah - Tengah. Kelompok batuan tersebut kemudian yang ditindih secara tidak selaras oleh batuan Gunung Api Notopuro berumur Plistosen Atas dan aluvial Delta Brantas berumur Resen.
Batupasir vulkanik yang terdapat di sumur Banjar panji-1 ini mempunyai ketebalan sekitar 962 m (Adi Kadar dkk, 2007) yang menipis ke arah timur (PT. Lapindo Brantas, 2006). Lapisan batuan ini adalah endapan batuan vulkanik hasil erupsi gunung api yang berada di sebelah barat atau barat dayanya yang berumur Pliosen Atas dan merupakan hasil orogenesa Plio - Plistosen. Batulempung berwarna kebiru-biruan yang menindih di atasnya adalah bagian bawah dari Formasi Pucangan berumur Plistosen Bawah.
Gambar 4.Sayatan Geologi Bawah Permukaan Sumur Banjar Panji-1
Tatanan Tektonik
Cekungan Jawa Timur merupakan cekungan batuan sedimen yang sangat luas dimulai dari Jawa Tengah bagian timur sampai ke Selat Madura (Bemmelen, 1949). Batuan yang terdapat di bagian timur berumur relatif muda dibandingkan dengan bagian barat. Cekungan ini telah mengalami perlipatan dengan sumbu antiklin berarah timur – barat dan pensesaran, baik sesar normal maupun sesar naik sejak Miosen sampai Resen (Davies dkk, 2007).
Cekungan Jawa Bagian Timur sudah terbentuk pada zaman Tersier yang mengendapkan batugamping, batunapal, dan batuan gunung api. Aktivitas vulkanik yang terjadi pada saat itu terdapat di bagian selatan Pulau Jawa, membentuk Formasi Andesit Tua dan Gunung Banyak yang terdapat di sekitar Surakarta (Bemmelen, 1949). Stratigrafi Cekungan Jawa Timur (Tabel 2.1.).
Tabel.1. Korelasi Stratigrafi Batuan Tersier dan Kuarter di Jawa Bagian Timur dan LUSI (Modifikasi Bemmelen, 1949 dan Kadar, 2006).
Pada zaman Miosen Atas terbentuk Formasi – Formasi Kalibeng Bawah, Cipluk, Kapung, dan Kalibiuk di Zona Kendeng. Di Zona Rembang masih berlangsung pengendapan Formasi Wonocolo yang ditutupi secara selaras oleh Formasi Ledok dan kemudian disusul oleh Formasi Mundul pada bagian sayap selatan dan Formasi Kerren pada sayap utara sampai zaman Pliosen Tengah. Di Zona Kendeng kemudian pada zaman ini terbentuk Formasi Kalibeng Atas yang terdiri atas batugamping Klitik, batunapal Sonde, dan batugamping Balanus, sedangkan di sekitar Ungaran terbentuk Seri Damar.
Pada zaman Pliosen Atas - Plistosen Bawah pengangkatan dasar laut terus berlangsung dengan perlahan dan terbentuklah Formasi Kalibeng Atas dan Formasi Pucangan berupa batulempung hitam yang diendapkan pada lingkungan danau air tawar. Formasi Kalibeng Atas (batugamping) yang berkembang pada lereng selatan ditutupi selaras oleh batupasir tufaan kapuran dengan moluska laut dan secara setempat – setempat berupa batugamping Balanus. Kemudian lapisan batuan tersebut dikenal dengan “Ngronan Horizon”, yang ditutupi secara selaras oleh lapisan batuan vulkanik dari Formasi Pucangan (Bemmelen, 1949). Gunung Wilis Tua merupakan gunung api yang aktif saat itu yang salah satu hasil erupsinya diantaranya membentuk lapisan batuan vulkanik dalam Formasi Pucangan. Sedangakan di Zona Rembang terbentuk batulempung biru dengan batunapal dan batugamping dari Formasi Malo.
Pada zaman Plistosen Tengah proses tektonik berlangung semakin kuat, yang mengakibatkan terbentuknya perlipatan yang berarah relatif timur – barat, dan patahan naik serta patahan normal berarah relatif sama, yaitu timur – barat. Lipatan – lipatan kecil (antiklinorium) Cepu terus berlanjut hingga ke Pulau Madura.
Di sebelah selatan wilayah ini terdapat Jalur gunung api Gunung Lawu Tua, Gunung Wilis, dan Anjasmoro. Aktivitasnya berlangsung sampai Plistosen Atas (1 juta tahun yang lalu). Produk letusannya menghasilkan endapan batuan Formasi Notopuro. Di sebelah utara Zona Randublatung di sekitar Rembang terbentuk Gunung Lasem dan Gunung Butak yang merupakan aktivitas magmatik back arc basin. Daerah Rembang dan sekitarnya berubah menjadi daratan 1,5 juta tahun yang lalu.
Pada zaman Plistosen Atas (1 juta tahun yang lalu) Gunung Lawu Tua longsor ke arah utara membentuk endapan – endapan batuan vulkanik di sekitar Solo, setelah itu istirahat cukup lama, kemudian kembali aktif dan membentuk Gunung Lawu Muda dikenal juga dengan nama Gunung Jobolarangan. Pada saat itu aktivitas Gunung Anjasmoro berpindah relatif ke sebelah selatan, timur, dan timur laut membentuk Kompleks Gunung Kawi – Arjuno – Welirang – Penanggungan, sedangkan Gunung Wilis tidak menunjukkan aktivitasnya lagi sampai saat ini. Hal ini ditunjukkan dengan bentuk morfologinya yang kasar mencerminkan tingkat erosi yang sudah sangat lanjut.
Zona Randublatung dari 1 juta tahun yang lalu sampai saat ini terus mendangkal, yang dahulunya berupa rawa – rawa / laut sangat dangkal berubah menjadi dataran aluvial. Daerah ini merupakan tempat terkumpulnya endapan – endapan sungai atau dataran limpah banjir yang menghasilkan endapan – endapan lumpur seperti kita lihat di sawah – sawah yang ada sekarang.
Label:
Geofisika,
Geologi,
Geoscience